Suasana kegiatan pengandian kepada masyarat
tentang teori pelatihan Ecoprint.
SOLO
(JURNALKREASINDO.COM) – Sebagai upaya melestarikan budaya asli Indonesia
atau kearifan lokal dan secara bisinis (ekonomi), ternyata prospek pengembangan
ilmu tekstil dan batik sangat menjanjikan, maka diharapkan masyarakat bersama
pemerintah ikut mendukungnya.
Ungkapan ini diutarakan Roedy Kristiyono, ST,Meng, Ketua
Sekolah Tinggi Tekstil Warga disela-sela pelatihan Ecoprint di Kampus STTW (sekolah
tinggi tekstil warga), di Sikoharjo.“Ecoprint merupakan budaya kearifan lokal.
Batik atau ecoprint ini akan terus kami kembangkan” ujarnya
Bahkan STTW menjadi suatu pusat pengembangan keilmuan
tentang batik maupun tekstil, sehingga tidak punah, bahkan lebih seriusnya jangan
sampai hasil karya bangsa ini diakui bangsa lain. Lebih dari itu secara bisnis juga
bermanfaat untuk semua lapisan masyarakat.
Roedy Kristiyono (kanan dan Sukotjo), ketika memberikan keterangan pers.
“Dengan demikian kami menggandeng beberapa ahli untuk terus mengupayakan, langkah ini bagi gengerasi penerus, bisa menjadi industri kreatif yang berdampak pada pengembangan ekonomi kreatif maupun distinasi wisata yang sangat menjajikan” jelasnya
Pelatihan Digital
Marketing
Dalam rangka merealisasikan hal ini, dibutuhkan pelatihan
dengan digital marketing, sebab dengan cara digital marketing akan memangkas
beberapa komponen untuk pembiayaan biaya promosi pemasaran, jadi produk tetap murah dan terjangkau konsumen.
“Kami sangat berharap ada sesuatu goodwill dari pemerintah
untuk industri kreatif ini. Artinya, pemerintah bisa bercampur tangan untuk
bisa membantu mengembangkan upaya ini, dengan demikian pendapatan secara
ekonomi juga pemerintah akan terbantu” paparnya
Proses pengeringan setelah pencelupan
kain tekstil.
Sedangkan, Wakil Ketua Umum Sektoral IKATSI (Ikatan Ahli
Tekstil Indonesia) Pusat, Sukotjo menambahkan, pelatihan yang dilakukan di STTW
ini sebagai salah satu bidang tehnik pengembangan tekstil tradisional dan
batik. “Tentang pengembangan pasar di Indonesia itu tidak khawatir, pasar lokal
kita ada 270 juta jiwa” katanya
Mencapai 10 Milyar
Dolar
Untuk pasar di Indonesia saja hasilnya dari industri tekstil
tahun 2021, mencapai 10 milyar dolar dan di tahun 2022 diperkirakan 11,4 milyar
dolar. Dan pada akhirnya nanti pada tahun 2030, diharapkan mencapai 40 milyar
dolar, bayangkan ini suatu potensi tekstil yang sangat menjanjikan” harapnya
“Kami menyelenggarakan pelatihan yang bekerjasama dengan
STTW ini, salah satu upaya menularkan
atau transfer pengetahuan. Supaya bisa diterapkan dengan baik, setidaknya peserta
pelatihan bisa memproduksi untuk dirinya sendiri, pertama itu dulu” ungkapnya
Baru, setelah merasa senang merekan akan menularkan ke
keluarganya, teman-temannya dan sebagainya yang pada ujungnya akan mengembangan
dan menunjang ekonomi kreatif yang mendapatkan penghasilan secara mandiri
maupun kelompok” tandasnya
Hasil dari pewarnaan melalui teori Ecoprint.
Tentang Tekstil
Diketahui, proses pewarnaan itu merupakan hasil senyawa kimia
tekstil yang dapat memberi motif secara merata (pencelupan) ataupun secara
setempat (pencapan) pada bahan tekstil. Jadi, menimbulkan warna atau corak tertentu.
Dalam pengecapan, terdapat sejumlah metode yang dapat
digunakan untuk melekatkan zat warna pada kain, yaitu pencapan langsung (direct
printing), pencapan tumpang (over printing), pencapan etsa (discharge
printing), dan pencapan rintang (resist printing).
Dalam industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di
Indonesia, terdapat produk batik yang merupakan hasil dari pencapan rintang.
Pada tanggal 2 Oktober 2009, batik diakui secara internasional oleh The United
Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai
warisan dunia.
Simbul-Simbul Budaya
Hal ini, karena corak ragam dan motif batik mengandung
banyak makna dan filosofi yang menjadi menghasilkan perlambang atau
simbul-simbul budaya dari masyarakat Indonesia. Maka sejak saat itu, tanggal 2
Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional di Indonesia.
Secara tradisional, batik dibuat dengan melekatkan malam
pada kain, lalu kain diberikan warna, kemudian dilakukan lorod malam untuk
menghilangkan malam batik yang sebelumnya dilekatkan pada kain.
Proses pemberian warna umumnya dilakukan menggunakan zat
warna sintetis pada temperatur tinggi menggunakan air mendidih, karena relatif
cepat dan praktis, akan tetapi menimbulkan permasalahan lingkungan, karena
limbahnya perlu biaya yang tidak sedikit untuk diolah.
Sebab pembuatan batik dengan pewarna sintetis kurang ramah
lingkungan, maka digunakan pewarna alam supaya lebih ramah lingkungan meski
pewarna alam masih dikenal rumit cara penggunaannya.
Pewarna alam yang berasal dari alam juga memunculkan potensi
lainnya, yaitu bahan-bahan alam dapat dimanfaatkan untuk pencapan. Pencapan
kain secara alami menggunakan bunga, daun, batang, atau bagian tumbuhan
lainnya, selanjutnya menghasilkan motif unik. (Her)