AKSI PENARI LAGEND DANCER DI FESTIVAL PAYUNG X SOLO

 

Kisah perjuangan Hanoman, menerobos Benteng kerajaan Rahwana.

SOLO (JURNALKREASINDO.COM) – Dalam gelaran festival payung X yang dilaksanakan di halaman Balikota Surakarta selama 3 hari, Jumat – Minggu (8 – 10/9/2023)itu, selain menampilkan beberapa jenis payung khas nusantara dan luar negeri , juga dimeriahkan dengan tarian-tarian tradisional dan salah satu tarian yang mememukau penonton  ditampilkan kelompok tari Lagend Dacer dari Sragen.

Menariknya, para penari Langend Dancer itu terdiri dari ibu-ibu rumah tangga yang biasa melakukan pekerjaan rumah, sehingga group tari tersebut berslogan ‘timbang ngrumpi, ayo menari’. Maknanya, memberikan kegiatan kreatif dan positif kepada ibu-ibu yang menyisihkan  waktu luangnya setelah melakukan pekerjaan rumahnya sehari-hari untuk berlatih menari.

Akhirnya Hanoman mampu menemui Shinta untuk menyampaikan pesan Rama.

Ide, pendiri dan pemimpin Lagend Dancer ini oleh Christina Indah Dewiningsih yang rumahnya sekaligus digunakan sebagai sanggar tari dan tempat latihan, yang beralamat di Jl. Nangkula 19,  Mojosari, Rt 1/Rw 1, Sragen Kulon, Sragen. “Memang sementara kita,baru sekitar 20 personil, namun diharapkan kedepannya  mampu memberi  inspirasi bagi ibu-ibu yang lain” ujar Dewi

Ketika tampil di panggung festival payung X di Balaikota Surakarta, pada Sabtu (9/9/2023) siang itu mengambil sepenggal kisah asmara Dewi Sinta dengan Prabu Rama yang diberi judul  ‘Sepayung Duta Asmara’ atas besutan dua pelatih widya ayu kusumawardani dan Hendro Utomo. “Kami memang mengambil dua pelatih ini, karena gerakan dan karakter menarinya berbeda” paparnya

Cinta Bukan Rekayasa

Tari ‘Sepayung Duta Asmara’ itu mengisahkan, bahwa Shinta diculik Rahwana, untuk itu Hanoman (kera putih) sebagai utusan Rama agar mencari dan menemui Shinta, serta mengabarkan bahwa Rama masih ada (hidup) dan tetap setia, serta memberikan cicin milik Rama sebagai buktinya. Dengan perjuangan Hanoman yang mampu menerobos benteng kerajaan Rahwana.

Christina Indah Dewiningsih (tengah), bersama penari Lagend Dancer, sesuai pentas di Balaikota Solo. 

Sehingga Hanoman berhasil menemui Shinta dan memberikan cicin tersebut, sebaliknya Shinta juga memberikan Cupu Manik untuk Rama. Sepenggal kisah ini sekaligus membuktikan, bahwa cinta yang sesungguhnya itu tidak penuh rekayasa. Pesan yang disampaikan dalam pementasannya di Festival Payung X kali ini, kata Dewi, untuk mengumpulkan ibu-ibu agar konotasinya tidak kearah negatif.

Dengan demikian, group Lagend Dancer ini berlatih tari 2 kali dalam seminggu, untuk mengisi sisa waktunya, seusai  menyelesaikan tugas rumahnya. Dan kebetulan, Dewi memiliki hubungan baik dengan beberapa teman yang memiliki link-link untuk perfom seperti ini. Dengan demikian, dapat memberi kegiatn dan menyalurkan pementasan tarinya, meski mereka bukan penari, namun  menarik untuk ditampilkan, sebagai inovasi baru. (Her)