RAy Febri Hapsari, ketika memaparkan
batik dengan tema Batik dan Perjalanan Hidup Manusia Jawa.
SOLO (JURNALKREASINDO.COM) – Dalam rangkaian menyambut Hari Batik Nasional, Kraton Kasunanan
Surakarta Hadiningrat menggelar pameran dan seminar batik bertema ‘Batik Karya Adiluhung’ dengan menampilkan
sejumlah desainer dari kraton.
Karya desainer itu penuh dengan makna filosofi tinggi, yaitu karya Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pakoe Boewono (Permaisuri Pakoe Boewono XIII) dengan tema Batik Pradapaningsih, RM Rainendra Nayaka A (Trah PB III) bertema Sejarah dan Indentitas Kasunanan Sebagai Fondasi Budaya Generasi Baru.
Sinuwun PB VIII didampingi permaisuri,
GKR Pakoe Boewono.
Selain itu
juga menampilkan karya KPA Eko Prastowo Adinagoro (Batik Surya Majapahit), KMAy Riana Kusuma Astuti Ningsih (Batik Riana Kusuma) dan KRA Tejo Bagus
Sunaryo Budoyonagoro (Batik Tejo Bagus Sunaryo).
Pameran dan fision show batik itu di gelar pada Sabtu (02/10/2021) di Sasana
Handrawina, Kraton Surakarta.
Dalam Kraton
Sedangkan
seminar dengan pembicara tunggal, RAy Febri Hapsari Dipokusumo dengan mengetengahkan
tema Batik dan Perjalanan Hidup Manusia
Jawa. Dalam ulasannya Febri memaparkan, batik itu merupakan karya pertama
dilakukan dari dalam kraton yang selanjutnya berkembang kepada masyarakat luas.
Sehingga
pada awalnya, batik itu merupakan karya yang eklusif, sebagai warisan yang
adiluhung. Sehingga bagi yang mengenakan batik akan tampak berwibawa dan
memiliki nilai tersendiri. “Jadi batik karya kraton itu tidak boleh dikenakan
orang luar, ketika masuk dalam kraton” ungkap Febri
Salah satu Fesion Show Batik karya GKR
Pakoe Boewono.
Karena batik
itu merupakan warisan adiluhung yang
dikenakan sejak manusia lahir hingga menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Penggunaan
batik berkembang dari kalangan bangsawan dan bukan sekedar menjadi pakaian
tradisional, ketika dikenakan masyarakat umum.
Untuk mempertahankan
batik agar bernilai, harus memiliki makna sebagai pelestarian, pengembangan,
pemanfaatan dan perlindungan. Batik merupakan identitas Kota Solo sebagai kota
budaya yang memiliki fungsi dan nilai
keindahan setiap motifnya yang beragam.
Makna Filosofi
Dengan
demikian diharapkan, meski motif batik itu beragam, kata Febri, namun harus
memiliki makna filosofi, sehingga bagi yang mengenakan pas dengan corak atau
motif batik itu sendiri. Seperti karya batik GKR Pakoe Boewono. “Setiap motif karya yang
diciptakan didahului dengan laku spiritual dan doa” tandasnya
Defile prajurit Kraton Kasunanan
Surakarta Hadiningrat.
Dicontohkan,
batik Parang Lara Ati tercipta ketika
dalam keadaan prihatin, sehingga diharapkan yang mengenakan, memiliki kekuatan
dalam menghadapi situasi dan kondisi apapun, batik Gajah Manggala Perang Pedang tecipta dalam mimpi terjadi peristiwa
gajah yang sedang mengamuk.
Batik ini diharapkan
dipakai oleh para pejabat, dengan harapan dalam kepemimpinannya dapat berlaku
bijaksanan dan berwibawa, begitu juga batik Sekar
Jagat dilakukan ketika meditasi di puncak gunung, dengan harapan yang
memakainya bisa mengatasi keberagaman dunia.
Masih banyak
lagi karya batik GKR Pakoe Boewono yang tidak bisa disebutkan satu persatu
disini, seperti Parang Gunung Sari
dan sebagainya. Sebelum acara tersebut ditutup, disajikan fasion show dan defile
prajurit Kraton Surakarta yang disaksikan lansung PB XIII di halaman
Kamandungan, Kraton Surakarta. (Her)