WARTAWAN JANGAN SOK JAGO, HARUS SIAP DIKRITIK. MASYARAKAT KINI MELEK LITERASI MEDIA

 



SOLO (JURNALKREASINDO.COM)-
Masyarakat sudah melek literasi media. Wartawan harus berani membuka diri dikritik dan terus belajar,  jangan malu belajar. Bahkan long life education.belajar seumur hidup karena perkembangan jurnalistik beserta teknologi penyertanya berkembang sangat pesat. Masyarajat di tengah hiruk pikuknya media online serta streaming video di platform youtube ataupun podcast ternyata masih membutuhkan liputan mendalam (dept news) liputan menggunakan teori-teori investigasi jurnalistik. "Masyarakat ternyata tidak hanya butuh kecepatan pesan atau berita yang terkirim namun juga akurasi serta kedalaman informasi yang disajikan kepada publik.
Demikian hal yang mengemuka saat berlangsung Dialog Interaktif Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta dengan narasumber :
Likha Sari Anggreini, M.Soc.Sc (Pengamat Media/Akademisi Muda dari UNS)
2. Andjar Hari Wartono (Anggota Dewan Kehormatan PWI Surakarta).

Menurut Likha yang memiliki berbagai karya ilmiah diantaranya menjadi pemakalah Comicos 2014. Konferensi Media, Komunikasi dan Sosiologi. Menjembatani Kesenjangan: Sinergi, Koneksi, dan Konvergensi Terpaan Media dan Partisipasi Sosial terhadap Isu Kekerasan Perempuan Yogyakarta, 2014 mengatakan wartawan di era kekinian dituntut menguasai teknologi konvergensi media. "Wartawan harus menguasai cara membuat website termasuk meletakan konten agar menarik di klik pembaca. Wartawan juga harus punya komunitas online," papar Likha lulusan S-2 Pengurusan Komunikasi , Universiti Kebangsaan Malaysia itu.

Definisi Wartawan Berubah

Sementara Andjar Hari Wartono mengatakan definisi wartawan pun berubah saat masuk di era digital atau disrupsi 4.0. Wartawan menurut mind set lama adalah profesi yang pekerjaannya mencari, mengirim berita atau pesan. Kadang pesan yg dikirim hari ini baru bisa diketahui masyarakat luas dibaca di media massa cetak keesokan harinya." Jadi ada jeda yg cukup panjang dari pesan dikirim hingga berita ditayangkan.Kini hal itu pun berubah. Peristiwa yang terjadi saat ini maka di detik yang sama dapat dinikmati di kota bahkan belahan bumi yang lain saat pengirim pesan menggunakan platform instagram atau youtube untuk streaming video siaran langsung suara beserta gambar."paparnya.
Inilah terjadi revolusi media. Kecepatan adalah hal utama.
Bagaimana sosok wartawan
harus  belajar seumur hidup. "Termasuk ada kecenderungan  masyarakat ingin ada liputan mendalam seperti jurnalistik investigasi.Namun mereka kayaknya kecewa kok jarang ada konten yg berupa investigation reporting. "ujarnya.
Bagaimana sosok wartawannya di era digital. Wartawan pun harus berubah dalam penguasaan teknologi.
Wartawan paradigma lama kemana-mana nyangking notes catatan dengan pena. Melengkapi dengan kamera. Namun sekarang di era kekinian yang dibawa cukup handphone namun memiliki kamera beresolusi tinggi. Paling dia juga bawa gimbal atau penstabil gambar video agar tidak goyang.
Ada istilah wartawan multitasking. Wartawan tidak lagi dikategorikan ini wartawan media cetak, itu wartawan media portal online itu wartawan televisi. Kini kalau mau kirim berita cepat sampai ke audience nya harus menguasai teknologi dari kirim berita menggunakan email.
Ambil gambar menggunakan conten video ber stabilizer atau gimbal serta menggunakan segala platform dari fesbuk, on line, instagram hingga youtube dan podcast.
Profil wartawan pun harus bisa bekerja cepat. Gercep atau gerak cepat untuk langsung memberitakan kejadian atau peristiwa.Tanpa menundanya."pungkas Andjar. (Hong).