Suasana diskusi antar umat beragama
yang diselenggarakan Yayasan KAKAK.
SUKOHARJO
(JURNALKREASINDO.COM) - Diskusi Terfokus antar Agama dan keyakinan dengan
mengambil tema ‘Pimpinan Agama dan Media Sebagai Agen Perdamaian’ digelar ‘Yayasan
KAKAK’ pda Rabu (09/11/2022 ), salah satu hotel dikawasan Solo Baru, Sukoharjo.
Ungkapan itu diutarakan, Shoim Sahriyati Direktur ‘Yayasan KAKAK’ mengatakan, dimana hak
kebebsan beragama dan berkeyakina yaitu Kovenan Hak Sipil dan Politik yang
diratifikasi Indonesia melalui UU No. 12 tahun 2005. Pasal 18 Kovenan ini
menyatakan , setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan
beragama.
Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau
kepercayaan atas pilihannya sendiri, baik secara sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama
dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, yang menjamin Kebebasan Beragama dan
berkeyakinan itu, sebagai Kovenan Hak Sipil
dan Politik.
Suaji dan Ayu selaku nara sumber dalam
diskusi tersebut.
Hal ini diratifikasi Indonesia melalui UU No. 12 tahun 2005.
Pasal 18 Kovenan ini menyatakan, setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. “Hak ini mencakup
kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri”
lanjutnya
Baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain,
baik di tempat umum atau tertutup,untuk menjalankan agama dan kepercayaannya
dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan dan pengajaran.
Pelanggaran Kebebasan
”Kebebasan beragama dan berkeyakinan mengacu pada jaminan
kebebasan yang telahditegaskan di dalam konstitusi UUD 1945 khususnya, Pasal
28E, Pasal 28I dan Pasal 29(ayat 2) yang meliputi kebebasan untuk meyakini dan
memeluk agama” paparnya
Keyakinan serta kebebasan untuk mempraktekkan agama dan
keyakinan tersebut, baik dalam bentuk ibadah maupun yang lainnya.Kebebasan ini
kembali dipertegas melalui UU No. 39tahun 1999 tentang HAM khususnya Pasal 22.
“Berdasarkan hasil analisis situasi yang dilakukan Yayasan KAKAK,
di Solo Raya mencatat temuan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan
itu, diantaranya pelarangan rumah
ibadah, pelarangan aktivitas keagamaan, kriminalisasi keyakinan” katanya
Shoim Sahriyati, ketika memberikan
keterangan pers.
Selain itu juga pemaksaankeyakinan, hingga pembiaran oleh
aparat dan disertai tindakan kekerasan ditingkatmasyarakat. Pelanggaran
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan menjelang 2024 dalam kaitannya dengan
politisasi agama perlu diantisipasi, agar tidak menjadi marak.
Langkah Antisipasi
Untuk mengantisipasi hal tersebut KAKAK menginisiasi diskusi
terfokus pimpinan agama dan media dalam rangka mensikapi peluang atau kejadian
yang behubungan denganpelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan,
khususnya menjelang tahun politik.
“Pimpinan agama merupakan agen perdamaian di tingkat
masyarakat, yang diharapkanbisa menekan dan mencegah pelanggaran hak kebebasan
beragama dan berkeyakinan”kata soim, sembari menambahkan, sehingga pihak lintas
agama dan media harus mampu menciptakan perdamian” jalasnya
Diskusi itu menghadirikan dua pembicara (ketua, Suaji (Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama) Sukoharjo dan Ayu
Diistriminarsi (institut Solopos) dan dipandu oleh Sifaul Arifin (Solopos).
Pada kesempatan itu Suaji mengatakan, peran pemuka umat denganHal yang sama
untuk media yang memiliki 3 peran pemuka agama yang saling berkaitan yang harus
dilakukan.
Pertama, peran edukasi, yakni memeberikan pemahaman dan
bimbingan kepada umat masing-masing dengan baik dan benar. Kedua, peran
pencerahan, yakni menanggalkan berita bohong, namun sebaliknya untuk memberikan
narasi-narasi yang benar dan tidak menyesatkan.
Menekan Konflik
Selanjutnya yang ketiga, peran pembangunan sistem dan
budaya. Dimana saling menjalin
silaturahmi antar umat beragama dan membudayakan gerakan nasional bersama.
Sementara itu Ayu memaparkan, media dalam memberikan informasi , harus mengedepankan
nilai penghormatan.
Serta beragam perhargaan, sehingga bisa menekan konflik yang
terjadi. Jadi peran media diusahakan dapat berlaku positif dalam sebagai
pemantik diskusi menyampaiakan, “Media skompetitif dan kolaboratif.
“Media bisa mengampanyekan perdamaian, nilai2 positif. Tapi,
di sisi lain, media juga bisa mengglorifikasi nilai-nilai yang negatif,
diskriminasi,karena penulisan yang semborono. Media tidak boleh menghindari
konflik agama. Tetap memberitakannya dengan teknik jurnalisme damai, yaitu Jurnalisme
yang memperhatikan kepentingan manusia, tanpa diskriminasi” pungkasnya. (Her)