Dr.Ary Sumarwono, SH.MH, ketika memberikan keterangan kepada wartawan.
SOLO (JURNALKREASINDO.COM) – Dalam sidang keempat, kasus pencabulan anak tiri dengan agenda pemeriksaan terdakwa SK (70), terungkap adanya tindak eksploitasi anak yang dilakukan oleh ibu korban, AS (63) terhadap anak kandungnya. Dengan demikian Polisi perlu membuka kembali penyidikan, sehingga AS ikut harus ikut bertanggungjawab, karena melakukan pembiaran, bahkan membantu SK untuk menjalankan tindak pencabulan terhadap korban GK (21) selama 9 tahun.
Sidang pencabulan anak tiri yang digelar pada Rabu
(8/5/2024) di Pengadilan Negeri Surakarta, dengan Hakim Ketua, Nur Yusni, SH
dan JPU (jaksa penuntut Umum) Zunaidah, SH dan dari hasil pengakuan terdakwa
yang diungkapkan pengacaranya Dr.Ary
Sumarwono, SH.MH menyebutkan, bahwa terdakwa
mengakui telah melakukan pencabulan sejak korban lulus SMP. “Hal itu dilakukan,
karena adanya kesempatan” ujar Ary menirukan pengakuan SK kepada wartawan
Secara kronoligi kejadiandisebutkan, SK berstatus duda dan
menikah dengan AS, janda beranak satu bernama GK, mereka menikah tahun2009. Ketika
itu korban masih berusia sekitar 7 tahun. Setelah menikah, ketiganya tinggal
bersama dalam satu rumah, di Kampung Sidomulyo, Banyuanyar, Kadipiro, Solo. “Selama
tinggal serumah, mereka tidur satu kamar dan berjalannya waktu, SK timbul
hasrat birahinya untuk mencabuli GK” katanya
Ketika, hasrat itu mau dilakukan, justru diketahui AS yang
awalnya melarang, karena korban masih belum cukup umur. Namun, setelah beberapa
tahun kemudian, setelah GK sudah lulus SMP baru terdakwa diijinkan oleh AS
untuk melakukan pencabulan. “Bahkan saat melakukan hubungan badan pertama kali, AS mengetahui, bahkan ikut membantu memegangi
tangan korban yang terjadi di ruang tamu
didepan televisi” lanjut SK
Menjadi Kebiasaan
Tidak hanya sampai disitu saja, ketika AS ditanya Ary dalam
persidangan sebelunya, apakah tidak takut hamil ? ternyata sebelumnya AS justru sudah membelikan alat kontrasepsi, atas
suruhan SK. Setelah kejadian itu, maka perbuatan
pencabulan itu berlangsung berulangkali dan dalam waktu lama, sehingga menjadikan sesuatu kebiasaan. “Hal
ini dapat terjadi, karena antara korban, ibunya dan terdakwa sama -sama ada harapan,
diantaranya korban disekolahkan, dibelikan motor dan Hand Phone, sehingga
hubungan badan itu berlangsung sampai sekitar 9 tahun tidak ada masalah diantara
mereka” paparnya
Namun masalah itu muncul setelah korban menikah, maka oleh
terdakwa korban dan suaminya dilarang tinggal di rumah itu lagi. Sejak itu
mereka sering cekcok, sehingga mengakibatkan terdakwa dilaporkan AS ke polisi. “Pelaporan
itu terjadi AS kecewa terhadap terdakwa, karena motornya telah dijual, untuk membayar
hutang biaya pernikahan korban dan suaminya” jelas SK lagi
Jadi dalam kasus ini, menurut pandangan hukum Ary menyatakan,
semestinya tersangkanya tidak hanya SK
saja. Melainkan, ibu korban juga harus bertanggungjawab, karena Ia membiarkan,
memberi kesempatan, bahkan membantu membelikan
alat kontrasepsi untuk dilakukannya pencabulan oleh terdakwa terhadap korban. “Karena yang dilakukan AS ini sebagai tindak eksploitasi
terhadap anaknya sendiri” ujar Ary sambil menambahkan, bahwa selama ini
penyidik belum menjadikan status AS
menjadi tersangka, diharapkan setelah ini penyidik bisa membuka kembali dan
menentapkan ibu kandung korban, untuk duduk bersama terdakwa mempertanggungjawabkan
perbuatannya. (Hong)