Unisri Gelar Seminar Nasional Autocratic Legalism Dalam Sistem Demokrasi, Mahfud MD : Menyoroti Kebijakan Pemerintah

 

Prof. Dr HM. Mahfud, MD (tengah) dan Prof. Dr. Sutoyo, berada di ruang transit sebelum acara seminar nasional dimulai.  

SOLO, JURNALKREASINDO.com - Magister ilmu hukum fakultas hukum Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta menggelar seminar nasional, dengan mengambil tema ‘Autocratic Legalism Dalam Sistem Demokrasi’. Seminar nasional ini diikuti ratusan mahasiswa setempat pada, amis (27/2/2025), di gedung seminar baru Lt 3, ampus setempat.

Dalam seminar nasional itu, menghadirkan Prof. Dr. HM Mahfud MD (guru besar Universitas Islam Indonesia), Prof. Dr. Aidul fitriciada azhari (guru besar Universitas uhammadiyah Surakarta) dan Prof. Dr. Adi Sulistiyono (guru besar Universitas Sebelas Maret Surakarta). Seminar ini bertujuan, mengungkap tentang masalah hukum dan demokrasi untuk diberikan solusi.

Pada kesempatan itu Prof. Dr. Sutoyo, MPd, Rektor Unisri dalam sambutanya menyampaikan, mencermati kondisi negara yang masih ada masalah tentang adanya intervensi, baik secara politik maupun hukum di era demokrasi saat ini yang masih banyak masalah, maka perlu diungkap, sehingga bisa mendapatkan jalan keluarnya.

Para peringgi Unisri Surakarta saat berfoto bersama narasumber. 

Tema seminar nasional bertajuk Autocratic Legalism dalam SistemDemokrasi ini diangkat untuk membahas berbagai persoalan hukum dan demokrasi yang tengah menjadi sorotan di Indonesia. Selain itu  masih banyaknya permasalahan dalam penegakan hukum, baik dari segi aturan, aparat penegak hukum, maupun pemahaman masyarakat terhadap pentingnya hukum dalam kehidupan berbangsa danbernegara.

“Negara kita menganut sistem demokrasi Pancasila, namun ada beberapa hal yang perlu dikritisi, seperti intervensi terhadap kebebasan dan munculnya ketakutan berlebihan di kalangan penegak hukum dalam sistem hukum kita. Oleh karena itu, seminar ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk memperbaiki sistem hukum di Indonesia,” ujarnya.

Seminar ini juga menjadi ajang pembelajaran bagi mahasiswa hukum agar lebih memahami dinamika hukum dan demokrasi di Indonesia. Dalam paparannya, Prof. Dr. H’ Mohammad Mahfud Mahmodin menyoroti berbagai hal tentang kebijakan pemerintah, dimana pemerintah memiliki hak untuk menyampaikan dan melaksanakan kebijakannya.

Tetapi jika kebijakan itu sudah melanggar konstitusi, maka rakyat bisa memberikan kritik, misalnya tentang yang sekarang lagi ramai diperbincangkan Korupsi di Pertamina dan Kasus Band Sukatani. Prof Mahfud mengatakan kasus korupsi yang nilainya cukup fantastis ( negara dirugikan Rp 193,7 triliun hanya dalam satu tahun, yakni pada  2023) dan Kejaksaan Agung telah berhasil mengungkapnya.  

"Begitu juga tentang rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang kini masih di Program Legislasi Nasional (Prolegnas), sehingga perlu disegerakan menjadi UU’ tandasnya sembari menambahkan, sehingga untuk memberikan efek jera, maka tersangka korupsi dimiskinkan. Begitu juga terkait dengan kasus pelarangan Band Punk asal Purbalingga, Sukatani, tengah menjadi sorotan.

Dimana pemainnya, setelah menyampaikan permintaan maaf kepada Kapolri melalui video dan viral di media sosial. Menurut ahfud Band Sukatani tersebut tidak ada yang salah atau melanggar hukum dalam kasus lantunan lagunya yang berjudul Bayar Bayar Bayar tersebut.  "Kecuali, bila merka menyebut jabatan atau nama seseorang” ungkapnya

Misalnya, band Sukatani menulis lirik lagu dengan menyebut nama Kapolres X bernama si Fulan melakukan pemerasan pemohon SIM. Jadi keliru jika dibidik dengan pasal pencemaran nama baik. Dengan demikian, Prof Mahfud mengapresiasi pihak Propam Mabes Polri yang memeriksa 7 oknum reserse Polda Jateng yang 'membawa' personil Sukatani dari Banyuwangi digelandang ke Mapolda Jateng. (Her)