Dr Song Sip SH MH (kanan) dan Dr
Mattew Marcellinno Gunawan SH MKn MH, ketika memberikan keterangan kepada
wartawan.
SOLO,
JURNALKREASINDO.com - Dalam sidang yang
digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, pada Rabu (23/7/2025) menggelar agenda
pledoi (nota pembelaan) kasus sewa rumah. Bertindak sebagai ketua Majelis
Hakim, Subagio SH dengan jaksa penuntut umum (JPU), Hermawati SH, dengan terdakwa Hendy Tia Chandra (68) dan Lusy
Milawati (64), keduanya warga Jalan Kol Sutarto, Jebres, Solo.
Dalam dakwaanya, JPU Hermawati
SH mengatakan, terdakwa dituduh melanggar pasal 378 KUHP tentang tindak pidana
penipuan jo pasal 55 ayat 1 tentang peran tuduhan lainnya pasal 372 KUHP
tentang tindak pidana penggelapan. “Obyek sengketa bangunan yang disewakan pernah
difungsikan untuk Toko Togamas di Jalan Dr. Moewardi, 21 Solo” katanya
Menanggapi hal ini, penasehat hukum terdakwa, Dr Song Sip SH
MH dan Dr Mattew Marcellinno Gunawan SH MKn MH menyampaikan, tuntutan JPU terlihat jelas ada kekaburan. "Karena
tidak dijelaskan seluruh unsur-unsur pasal 378 KUH , bahkan tidak dijelaskan
asal mula perkaranya, dimana perjanjian yang telah disetujui para pihak yang
pertanggung jawabannya adalah pembatalan di pengadilan," ujar Dr Song
Dengan demikian, tidak juga menjelaskan nilai kerugian yang
didakwakan maupun dituntut sebesar Rp 550.000.000 dari mana asalnya dan menurut
penilaianya kasus ini bukan tindak pidana. Sehingga JPU yang memasukkan
penawaran pekerjaan borongan sebagai alat bukti adalah sebuah kesalahan, bahkan
dapat dikatakan memasukkan kerugian sebenarnya tidakpatut merupakan
kriminalisasi terhadap para terdakwa, melainkan kasus ini lebih ke perkara
perdata.
Perdata Murni
Oleh sebab itu, tidak dapat digunakan sebagai bukti. Untuk
itu diharapkan majelis hakim dapat membebaskan terdakwa . “Perkara yang
dihadapi klien kami merupakan sengketa perdata murni, bukan tindak pidana
seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum” tegasnya sembari menambahkan, bahwa
dasar hubungan hukum antara terdakwa dan saksi Muhammad Syauqi Farhan adalah
perjanjian sewa menyewa yang sah secara hukum.
Hal itu tertuang dalam Akta Sewa Menyewa No.03 tertanggal 20
November 2023 yang dibuat di hadapan Notaris Drajat Muhammad Nur, SH, SE, M.Kn.
Sewa senilai Rp 350 juta itu dilakukan selama 3 tahun atas dua bidang tanah dan
bangunan dengan Hak Milik Nomor 280 dan 278 milik Terdakwa. “Hubungan hukum ini
jelas berdasarkan kesepakatan perdata sesuai Pasal 1320 KUHPerdata, maka,
menjadi aneh, ketika muncul tuduhan pidana, karena semua unsur hukum perjanjian telah
dipenuhi.
Pihaknya juga mempertanyakan dasar klaim kerugian saksi yang
menyebut mengalami kerugian hingga Rp 550 juta. Padahal, saksi sendiri telah
mengosongkan objek sewa secara sukarela tanpa paksaan berdasarkan surat somasi
dari pihak pemenang lelang, Alexsandy Pranata. Selain itu, barang-barang yang
diklaim sebagai kerugian seperti diantaranya sofa, kulkas, dan perlengkapan
lainnya telah dibawa sendiri oleh saksi Farhan saat mengosongkan tempat.
“Bahkan proposal penawaran pekerjaan borongan yang
disebutkan saksi hanya berbentuk dokumen tanpa dukungan bukti fisik atau nota
pembelian. Tidak bisa dijadikan alat bukti yang sah di persidangan,” jelasnya,
karena perkara ini dipaksakan masuk ke ranah pidana, padahal tidak ada niat
jahat dari terdakwa. Mereka menduga adanya upaya kriminalisasi yang justru
mencederai asas ultimum remedium dalam hukum pidana, yakni bahwa hukum pidana
adalah upaya terakhir setelah jalur hukum lain ditempuh.
Berdasarkan itu semua, maka pihaknya memohon kepada Majelis
Hakim untuk membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan atau setidaknya menyatakan
dakwaan JPU tidak dapat diterima. “Kebenaran itu terang, dan hukum itu buta.
Kami percaya Majelis Hakim akan memutus perkara ini dengan adil dan
bermartabat,” tandasnya. (Hong)