AGTI Wadah Pengusaha Garmen dan Tekstil Indonesia, Komitmen Berdaya Saing di Tengah Isu Industri

 

Anne Patricia Sutanto ketika memberikan keterangan kepada sejumlah wartawan di Boyolali.

BOYOLALI, JURNALKREASINDO.com – Asosiasi Garment dan Textile Indonesia (AGTI) resmi terbentuk pada 1 Oktober 2025 sebagai wadah bagi industry garmen dan tekstil Indonesia yang berdaya saing lokal dan global, transformatif dan berkelanjutan dengan berlandaskan nilai-nilai Ekonomi Pancasila untukmendukung pertumbuhan ekonomi lokal dan global.

Menanggapi berbagai isu yang beredar di ruang publik,  terkait kondisi industri tekstil dan garmen nasional, para pelaku usaha melaui AGTI (Asosiasi Garment dan Textile Indonesia) menegaskan, sektor ini tetap berkomitmen menjaga daya saing global, keberlanjutan lapangan kerja, dan kontribusi terhadap ekspor nasional di tengah tantangan ekonomi global dan dinamika kebijakan perdagangan internasional.

Ungkapan itu disampaikan Ketua Umum  AGTI, Anne Patricia Sutanto dihadapan sejumlah  perwakilan pengusaha , dimana meskipun industri menghadapi tekanan dari peningkatan impor dan fluktuasi permintaan global, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia tetap menjadi salah satu kontributor terbesar bagi ekspor nonmigas nasional dengan nilai mencapai USD 11.9 miliar tahun 2024.

“Kami ingin menegaskan bahwa industri tekstil Indonesia bukan sedang melemah, tetapi sedang beradaptasi. Kami terus berinvestasi dalam efisiensi energi, digitalisasi, dan sustainability untuk memastikan daya saing produk Indonesia di pasar global tetap kuat,” ujar Anne Patricia Sutanto

Kebijakan Pemerintah

Selain berorientasi ekspor, sektor ini juga menjadi penopang penting ekonomi daerah dengan menyerap jutaan tenaga kerja, terutama di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Oleh karena itu, pengusaha menilai pentingnya dukungan kebijakan pemerintah yang seimbang antara melindungi industri dalam negeri dan membuka pasar global.

“Kami meyakini, dengan peningkatan daya saing baik dari sisi SDM, teknologi, energi dan rantai pasok, industri garmen dan tekstil Nasional mampu bertahan bahkan ketika tidak ada kebijakan over protective yang tidak selamanya menguntungkan semua pihak” paparnya sembari menambahkan,  ini memang bukan pekerjaan ringan dan bisa dikerjakan orang segelintir pihak.

Tetapi perlu kerja gotong royong dan rasa nasionalme yang tinggi berlandaskan asas Pancasila yang fokus menjaga produktivitas dan keberlanjutan industri nasiona. Sementara itu, asosiasi industri menilai, bahwa narasi yang menampilkan industri tekstil Indonesia seolah tidak mampu bersaing secara global tidak sepenuhnya mencerminkan realita di lapangan.

Banyak perusahaan garmen nasional justru telah menjadi mitra utama bagi merek-merek global ternama dan memenuhi standar ketat internasional.  Terkait adanya isu impor ilegal dan oknum nya, Anne Patricia meminta sebaiknya pihak yang menuduh bisa memberikan bukti langsung kepada pihak berwajib. Dengan demikian, persoalan tersebut bisa segera ditangani dan meredakan kegaduhan seolah sektor garmen dan tekstil di Indonesia sulit maju.

Pertumbuhan Hijau

Dengan dukungan kebijakan fiskal dan industri yang tepat, pengusaha yakin bahwa sektor TPT Indonesia dapat menjadi motor pertumbuhan hijau (green growth) yang mendorong ekspor berkelanjutan dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok dan peningkatan daya saing lokal dan global.

“Kami percaya, masa depan industri tekstil Indonesia adalah masa depan yang berkelanjutan, inovatif, dan inklusif. Tantangan yang ada hari ini menjadi momentum untuk memperkuat kolaborasi antara pelaku usaha, pemerintah,dan masyarakat” pungkasnya. (Hong)