Anne Patricia Sutanto, ketika
memberikan keterangan kepada wartawan pada acara sosialisasi pimpinan
perusahaan tekstil yang tergabung dalam AGTI.
SOLO, JURNAL
KREASINDO.com - Asosiasi Garment dan Textile Indonesia (AGTI) merupakan organisasi
baru para pengusaha tekstil yang resmi terbentuk pada 1 Oktober 2025,
bertepatan dengan momentum peringatan Hari Kesaktian Pancasila itu, pada Minggu
(26/10) menggelar acara sosialisasi kepada para pimpinan tekstil dan gammem yang
tergabung dalam AGTI, disalah satu cafe di Solo.
Hal ini dilakukan mencermati bahwa industri garmen dan tekstil
INDONESIA saat ini,berada pada titik krusial dalam perjalanan transportsi. Dengan
sistem industri yang lengkap dari hulu hingga hilir. Tetapi meski dalam
persaingan global yang semakin ketat, maka perlu dilakukan kolaborasi dengan
berbagaipihak.
Ungkapan itu diutarakan Anne Patricia Sutanto, ketua umum
AGTI dalam sambutanya diacara tersecut.
Ia juga menyampaikan, dengan semangat Pancasila menjadi landasan utama kelahiran
AGTI sebagai tekad bersama untuk memperkuat kemandirian industri nasional,
memperjuangkan keadilan ekonomi, dan menegakkan nilai gotong royong dalam rantai
pasok tekstil dan garmen Indonesia.
Ini menjadi latar belakang berdirinya AGTI, sehingga Industri tekstil dan garmen merupakan satu
kesatuan yang saling bergantung, di mana tekstil berperan sebagai rantai pasok
utama, sementara garmen menjadi produk hilir dengan nilai tambah ekspor yang
signifikan. “Data menunjukkan, impor
Indonesia masih didominasi oleh produk tekstil, sementara ekspornya didominasi
oleh garmen” katanya.
Oleh karena itu, penguatan industri dari hulu hingga hilir
menjadi krusial agar tercipta daya saing yang berkelanjutan. Melihat posisi
Indonesia sebagai salah satu eksportir garmen terbesar di dunia, namun masih menghadapi
tantangan ketergantungan impor bahan baku dan praktik dumping global, pembentukan
AGTI hadir sebagai langkah strategis untuk menyatukan kepentingan seluruh rantai
pasok, memperkuat posisi tawar industri.
Kemandirian Nasional
Serta mendorong lahirnya kebijakan pro-industri yang
mendukung keberlanjutan dan kemandirian nasional. “Menjadi ekosistem industri
Garmen dan Tekstil Indonesia yang berdaya saing lokal dan global, transformatif
dan berkelanjutan dengan berlandaskan nilai-nilai Ekonomi Pancasila
untukmendukung pertumbuhan ekonomi nasional” paparanya
Mewujudkan ekosistem industri garmen dan tekstil nasional
melalui kolaborasi dan keselarasan antara Pengusaha, Pekerja dan Pemerintah. 2.
Membangun daya saing global melalui peningkatan kualitas produk, efisiensi
proses, dan penerapan standar keberlanjutan internasional, sekaligus mendorong
investasi dan membina hubungan industrial yang harmonis untuk menciptakan iklim
usaha yang kondusif dan kompetitif.
Para pimpinan sesuasi menjalani rapat
sosialisasi dan menerima arahan dari Anne Patricia Sutanto.
Dengan demikian AGTI Mendorong inovasi teknologi dan
transformasi sumber daya manusia industri garmen dan tekstil melalui
pemanfaatan teknologi, digitalisasi, peningkatan kapasitas, riset dan pengembangan.
Menerapkan dan mengembangkan
prinsip-prinsip keberlanjutan dalam rantai pasok industri garmen dan tekstil
melalui pilar prinsip lingkungan, sosial dan tata kelola.
Berdaya Saing Lokal dan
Global
Komitmen untuk menerapkan praktik ramah lingkungan,
efisiensi sumber daya dan menjaga keseimbangan ekosistem industri. Membangun
kemitraan yang transparan dan strategis antar pelaku industri, pemerintah,
akademisi dan masyarakat dalam ekosistem rantai pasok. Global Competitiveness Berdaya
saing lokal dan global dengan berorientasi pada kualitas, kecepatan, inovasi, serta
pemenuhan standar nasional maupun internasional. Adaptation &
Transformation
Beradaptasi dengan perkembangan teknologi, digitalisasi, dan
tren global demi mendorong modernisasi industri Pancasila Menjunjung nilai
keadilan, keberagaman, dan kesejahteraan sesuai prinsip Ekonomi Pancasila. “Sedangkan
visi AGTI itu menjadi ekosistem industri garmen dan tekstil Indonesia yang
berdaya saing loka; dan global. Transformati dan berkelanjutan, dengan berlandaskan
nilai-nilai ekonomi Pancasila untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional”
tegasnya
Anne yang juga menjabat Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha
Indonesia (Apindo) Anne mengatakan penindakan terhadap impor balpres atau
pakaian bekas ilegal merupakan langkah yang tepat. Anne menegaskan, pelaku
industri TPT nasional siap memenuhi kebutuhan dalam negeri sebagai substitusi
terhadap pakaian bekas ilegal yang selama ini beredar di pasar.
"Dengan dukungan kebijakan pemerintah yang konsisten,
penindakan impor balpres dapat menjadi bagian penting dari upaya membangun
ekosistem pasar domestik yang sehat dan berdaya saing," kata Anne sembari
menambahkan, hadirnya PMK No. 67/2025. Beleid ini bisa membawa dampak positif,
terutama dalam aspek fasilitasi arus bahan baku dan insentif fiskal bagi pelaku
usaha TPT.
Regulasi ini bisa membantu menjaga likuiditas industri,
serta memberikan ruang bagi pelaku usahauntuk tetap mempertahankan produksi dan
tenaga kerja. Hanya saja, Anne memberikan catatan efektivitas PMK ini sangat
bergantung pada sinkronisasi dengan kebijakan perdagangan dan industri,
khususnya dalam penentuan HS Code, tata niaga impor bahan baku/
Percepatan Restitusi
Pajak
Serta percepatan
restitusi pajak. Anne kemudian
mengingatkan bahwa industri TPT merupakan sektor yang dinamis dan sensitif
terhadap perubahan geopolitik, rantai pasok, serta kebijakan perdagangan
internasional. Oleh sebab itu, pelaku industri TPT berharap agar kebijakan
lanjutan dapat dirancang lebih menyeluruh, terintegrasi antar kementerian, dan
adaptif terhadap konsep global supply chain.
"Pendekatan kebijakan yang responsif dan berbasis data
akan memastikan daya saing industri TPT Indonesia tetap terjaga di tengah
tekanan global yang semakin kompleks," jelas sambil mengatakan, untuk mendorong
agar Kemenkeu, Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian
Perindustrian (Kemenperin) melakukan kajian lintas sektor yang berkelanjutan
dengan basis data bersama (common shared data) mengenai kapasitas produksi,
utilisasi industri, dan kebutuhan ekspor-impor TPT nasional.
"Dengan
demikian, setiap kebijakan fiskal dan perdagangan yang dikeluarkan dapat
bersifat fleksibel, adaptif, dan tepat sasaran tidak hanya menjaga stabilitas
industri dalam negeri, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia di rantai pasok
global, dari sisi kinerja industri, Kemenperin mengklaim bahwa sub sektor
industri tekstil dan pakaian jadi masih mampu melaju. (Hong)



