Para mahasiswa UTP dan siswa SMKN 4
Surakarta bersama-sama membangun Ekosistem Pangan Sehat.
SOLO,
JURNALKREASINDO.com - Bersama Fakultas Pertanian Universitas Tunas
Pembangunan (UTP) Surakarta SMK Negeri 4 Surakarta (Program Keahlian Kuliner)
menggagas inovasi pertanian urban bertajuk Gen
Z Agent Education Microgreen. Program ini memadukan digital farming,
kuliner sehat, dan kewirausahaan hijau dalam satu ekosistem pembelajaran
terpadu.
Langkah kolaboratif ini menjawab tantangan ketahanan pangan,
kesehatan berkelanjutan, dan gaya hidup hijau di era disrupsi pangan. Melalui
kegiatan ini, lahir generasi muda yang tak hanya melek teknologi, tetapi juga
peka terhadap isu gizi dan lingkungan. Tim education microgreen terdiri dari
diketuai Tyas Soemarah Koernia Dewi, beranggotakan Sapto Priyadi, Siti Mardhika
Sari serta dua mahasiswa Anissa Tiara Maharani dan Fatimah Putri Nabila
Azzahra.
Inovasi dimulai dengan program Agro-Microgreen Vertikultur,
yaitu sistem budidaya sayuran muda (microgreen) di rak empat susun yang
dilengkapi grow light dan digital irrigation system. Teknologi ini memungkinkan
siswa menanam dan memantau pertumbuhan tanaman secara presisi, bahkan di ruang
dapur praktik kuliner.
“Program Agro-Microgreen Vertikultur ini membuka wawasan
baru bagi kami di sekolah vokasi, bahwa pertanian modern tidak harus dilakukan
di lahan luas. Dengan teknologi digital farming, siswa bisa belajar menanam,
mengolah, dan berinovasi di ruang dapur praktik sekaligus. Siswa tidak hanya
memahami konsep pertanian berkelanjutan, tetapi juga mempraktikan nilai ekonomi
dan estetika kuliner modern,” papar Tyas Soemarah Koernia Dewi, Dekan Fakultas
Pertanian UTP Surakarta.
Kelembapan dan Aerasi
Akar
Tyas juga menjelaskan tahapan dalam membuat tanaman microgreen. Tahap penyemaian, digunakan kombinasi media cocopeat, rockwool dan kapas sintetis double layer tray, yang mampu menjaga kelembapan dan aerasi akar dengan optimal. Benih microgreen, terutama dari jenis kacang-kacangan seperti kacang tunggak dan kacang hijau, kedelai biasa dan hitam, kacang merah, bayam merah dan hijau.
Seusai mereka menerima teori, diteruskan dengan praktek lapangan bersama.
Yellow corn melalui tahap pre-treatment dengan perendaman
1–3 jam untuk mempercepat perkecambahan dan meningkatkan keseragaman tumbuh.
Media tanam kemudian dilembabkan hingga kapasitas lapang menggunakan larutan
2,5% pupuk organik cair (POC) berbasis merang padi yang dicampurkan 5%
EcoAgrinic–produk inkubator Pengusaha Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT–2017
oleh Sapto Priyadi).
Tyas mengatakan bahwa kombinasi ini berfungsi sebagai
pencegah alami hama dan penyakit sekaligus sumber nutrisi mikro yang ramah
lingkungan. Praktik budidaya microgreen tersebut bukan hanya mengenalkan
teknologi digital farming vertikultur, tetapi juga membangun literasi pangan
sehat dan karakter wirausaha siswa melalui model farm-to-table.
Program berlanjut ke ajang Microgreen Challenge, kompetisi
inovasi pangan sehat berbasis hasil panen siswa. Kreativitas dan nilai gizi
menjadi kunci utama penilaian. Dari ajang ini lahir generasi muda dengan mental
agripreneur, mengelola rantai nilai pangan dari lahan hingga penjualan produk.
Setelah kompetisi, siswa terbaik mengikuti program inkubasi wirausaha kuliner
microgreen, dengan pendampingan akademisi UTP. Beragam prototipe inovatif lahir
dari ajang ini.
Pendekatan
Fortifikasi
Diantaranya Crispy
puffed crackers microgreen – camilan renyah kaya serat dan antioksidan, Garlic
Butter Fettuccine Microgreen – menu sehat bergizi tinggi, Sup Telur Udang Microgreen – sumber protein
dan vitamin alami, serta Kimbab Nori Microgreen – fusion food yang
menggabungkan cita rasa lokal dan modern.
Produk-produk tersebut menjadi bukti, microgreen dapat diolah menjadi pangan
fungsional dengan daya tarik sensori tinggi, membuka peluang industri kuliner
sehat berbasis bahan lokal. Sebagai tindak lanjut, tim guru dan siswa tengah
merencanakan seri produk inovatif baru seperti Es cendol microgreen, Gado-gado
roll microgreen dan Burger microgreen.
Dengan pendekatan fortifikasi untuk meningkatkan nilai gizi
dan sensori produk. Produk ini tidak hanya sehat, tetapi juga memiliki appeal
bagi konsumen muda – mendorong tumbuhnya trend baru kuliner fungsional berbasis
tanaman lokal. Dari sisi riset, UTP dan SMKN 4 mengembangkan inovasi Fortikan
Microgreen — gerakan penguatan pangan fungsional lokal bernilai nutraseutikal.
Beberapa jenis unggulan yang dikembangkan meliputi Jinten
Hitam, Kemangi, Seledri, Kucai, Kacang Hijau, dan Kacang Tunggak. Tim juga
mengeksplorasi tanaman tropis lokal seperti Kenikir, Petai Cina, dan Bunga
Matahari yang kaya antioksidan, vitamin, dan fitonutrien alami. Microgreen ini
kemudian dapat diolah menjadi minuman fungsional seperti Green Vitality
Smoothie, Immuno Boost Smoothie, dan Kidney Care Smoothie — produk
farm-to-glass yang menyehatkan sekaligus bernilai jual tinggi.
Tiga Aspek Utama
Mahasiswa Agroteknologi yang ikut dalam kegiatan ini
berperan sebagai pendamping dan Gen Z Agent Education Microgreen. Mereka
mengajarkan tiga aspek utama, yaitu On-Farm Production — pengelolaan sistem
precision farming dan praktik Good Urban Farming Practices (GUFP). Off-Farm
Processing — inovasi kuliner fungsional bersama siswa SMK.
Edupreneurship — pendampingan bisnis kuliner sehat dan
digital marketing bertema “Microgreen
Lifestyle for Healthy Generation.” program ini juga menanamkan nilai sosial
dan kesadaran lingkungan melalui semboyan: “Grow
Smart, Eat Clean, Live Green.” Dr. Sapto Priyadi, penggagas program
sekaligus dosen Fakultas Pertanian UTP, menegaskan bahwa kolaborasi ini menjadi
contoh nyata sinergi antara pendidikan tinggi dan vokasi.
“Microgreen bukan sekadar tanaman mini, tetapi simbol
kesadaran pangan baru – dari sains tropis, lahir gizi bangsa. Program ini kini
berkembang menjadi model living laboratory yang memperkuat sistem pangan urban
dan pemberdayaan generasi muda di bidang pertanian berkelanjutan”, ujar Sapto. Program
Microgreen Challenge dan inkubasi wirausaha tersebut memperkuat posisi SMKN 4
Surakarta sebagai pionir sekolah vokasi kuliner berbasis pertanian modern dan
teknologi hijau.
Kolaborasi dengan perguruan tinggi membuka jalan bagi
pembelajaran project-based learning yang kontekstual, kreatif, dan berdampak
nyata pada peningkatan kompetensi siswa serta ketahanan pangan lokal. Seluruh
kegiatan dapat terlaksana berkat dukungan pendanaan dari Kementerian Pendidikan
Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Fakultas Pertanian UTP
Surakarta menyampaikan apresiasi atas dukungan tersebut, yang telah melahirkan
embrio ekosistem pangan sehat, mandiri, dan berdaya saing global. (Her)