HAK PENDIDIKAN ANAK , DILARANG TERPUTUS KARENA STATUS PIDANA

 


Anak-anak putus sekolah, akibat status hukum, padahal mereka memiliki hak yang sama atas pendidikan dan berhak atas kesempatan kedua. 


SOLO (JURNALKREASINDO) – Pasal 3 UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)menerangkan,  bahwa anak yang terlibat dalam masalah pidana juga diberikan hak-hak khusus, salah satunya hak untuk tetap memperoleh pendidikan, karena pendidikan sebagai  hak yang penting dan mendasar bagi setiap orang, tidak terkecuali negara sudah menjaminnya dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang menjelaskan, bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Pemenuhan hak pendidikan, tak terkecuali bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum, baik sebagai saksi, korban, maupun pelaku.

Anak berkonflik dengan Hukum (AKH) berstatus  anak yang disangka, didakwa atau dinyatakan terbukti bersalah melanggar hukum dan telah berumur 12 atau belum berumur 18 tahun,  yang diduga melakukan tindak pidana.

PUTUS SEKOLAH :

Data Bapas Jawa Tengah, per Juni 2021 terdapat sebanyak 65 anak putus sekolah saat menjalani proses hukum. Penyebab utama anak putus sekolah, yaitu selama proses hukum berlangsung  49,4% , anak dikeluarkan dari sekolah secara sepihak  6,3% , anak diminta untuk mengundurkan diri dari pihak sekolah, dan 44,3% anak mengundurkan diri karena keinginan pribadi.

Bapas Klaten yang melakukan pendampingan bagi empat klien anak putus sekolah AKH dari Klaten, Sukoharjo dan Wonogiri. Mereka seharusnya tetap mendapatkan hak pendidikannya, tetapi  malah dikeluarkan atau diminta mengundurkan diri dari sekolah, karena sedang menjalani proses hukum. Alasan yang kerap muncul dari pihak sekolah, yakni menghindari stigma masyarakat terhadap nama baik sekolah.

AKH itu korban, dia korban dari cara pengasuhan yang salah dan pergaulan yang negatif, sehingga dibutuhkan penanganan anak yang bersifat lebih humanis, serta menghindarkan penghakiman bagi anak oleh aparat penegak hukum, maupun dinas pendidikan/sekolah.

Stigma yang dilekatkan masyarakat termasuk sekolah terhadap mereka kian memperburuk psikis mereka. Sehingga menurunkan motivasi anak untuk melanjutkan sekolah dan muncul perasaan malu untuk kembali ke sekolah lama. “Aku merasa malu mba kalau melanjutkan sekolah lagi karena sudah dikeluarkan dari sekolah”, ungkap AKH kepada Sahabat Kapas sembari menambahkan, secara psikologi dirinya menjadi malas melanjutkan dan mengurus sekolah, karena mengalami penurunan motivasi untuk melanjutkan sekolah, akibat  proses hukum yang  dijalani.

Jaminan keberlanjutan dan kemudahan akses pendidikan bagi AKH akan sangat berarti bagi masa depan anak. Melalui pendidikan, mereka akan mampu meningkatan kepercayaan dirinya dan kualitas hidupnya. Karena apapun status hukum anak, memiliki hak yang sama atas pendidikan dan setiap anak berhak atas kesempatan kedua. (Ryan)