KETUA PEMUDA ADAT WILAYAH NABIRE PAPUA: DISESALKAN AKTIVIS HAM DI PAPUA DAN INDONESIA TAK PERNAH BERSUARA SAAT APARAT KEAMANAN DAN MASYARAKAT SIPIL INDONESIA DI BANTAI KELOMPOK SEPARATIS TERORIS DI PAPUA

 

Ali Kabiay alias Amaz Eso


SOLO (JURNALKREASINDO)-Hak Asasi Manusia ( HAM ) adalah sesuatu yang universal yang dimiliki oleh setiap manusia yang lahir di dunia, siapapun dia , darimana asalnya, suku bangsa apapun dan beragam latar belakangnya serta status sosialnya. Seharusnya dia tetap memiliki hak – hak sebagai manusia yang melekat pada dirinya termasuk hak – hak asasi manusia sebagai seorang individu maupun kelompok, jadi sebenarnya HAM itu adalah milik semua golongan manusia.

"Saya  sering melihat, mengikuti, bahkan  melihat di berbagai media yang memberitakan tentang situasi keamanan di propinsi Papua dan Papua Barat yang beberapa tahun belakangan ini kurang kondusif, masyarakat sipil dan aparat keamanan juga sering menjadi korban keganasan kelompok – kelompok separatis teroris di Papua, saya secara pribadi melihat bahwa setiap kali ada kejadian pembantaian terhadap masyarakat sipil yang berasal dari luar Papua atau warga nusantara serta aparat keamanan baik itu TNI maupun Polri , para penggiat HAM atau aktivis HAM di tanah Papua, Papua Barat dan di Indonesia terkesan hanya diam – diam saja, bahkan tidak pernah bersuara untuk membela hak – hak HAM kelompok masyarakat nusantara dan TNI / Polri, terkesan  diskriminatif," ujar Ali Kabiay alias Amaz Eso Ketua Pemuda Adat Wilayah II Saireri Nabire kepada jurnal dalam komunikasi menggunakan whatsap, Jumat (3/9/2021).
Amaz Ezo menambahkan
aktivis HAM seperti : Theo  Hesegem , Emanuel  Gobay, Haris  Azhar , Usman  Hamid , Natalius Pigai  dan beberapa aktivis HAM lainnya dinilai oleh Amaz
hanya diam saja pada saat masyarakat Indonesia , TNI dan Polri di bantai oleh Kelompok Separatis Teroris Papua ( KSTP ). "Saya jadi bertanya, apa mereka ini pantas di sebut seorang pembela hak asasi manusia..? Hal ini selalu menjadi dilema dan pertanyaan dalam hati kecil saya, saya merasa bahwa sebenarnya mereka para aktivis HAM ini hanya mencari isu , pamor , dan kepentingan kelompok tertentu yang ingin mengacaukan stabilitas keamanan di negara Indonesia tercinta.

Jika ada aksi – aksi demonstrasi oleh kelompok masyarakat di Papua untuk menyuarakan agenda – agenda separatisme di Papua, aksi – aksi tersebut padahal melanggar aturan serta mengganggu aktivitas umum, dan tidak mengantungi ijin dari pihak Kepolisian , tetapi tetap dilanjutkan aksi – aksi tersebut ,   pada saat aparat keamanan membubarkan aksi tersebut justru aparat keamanan di tuduh oleh aktivis HAM sebagai pelanggar HAM dan diskriminasi terhadap OAP, bahkan jika ada para aktivis yang terluka relatif luka ringan di hidung ataupun bibir berdarah, justru di laporkan oleh aktivis HAM sampai ke Inggris, Amerika dan PBB dengan tajuk – tajuk berita yang mendiskreditkan aparat keamananan dan pemerintah.   "Saya melihat aktivis HAM membuat OAP terlihat lemah di mata dunia, karena setiap kali ada suatu dinamika terkait kejadian – kejadian di dalam negeri selalu di laporkan keluar negeri, bagi saya apa yang dilakukan para aktivis HAM justru terkesan cengeng dan tidak bisa melakukan suatu penyelesaian secara konprehensif dengan memberikan solusi – solusi terbaik.

"Bahkan yang mengherankan waktu pembantaian dua orang karyawan PT. Indo Papua atas nama  almarhum Rionaldo Raturoma ( 42 ) dan Dedi Imam Pamungkas ( 40 ) dan jasadnya di bakar bersama mobil di jembatan kali Brasa kabupaten Yahukimo pada 22 Agustus 2021 oleh kelompok KSTP pimpinan Tendendius  Gwijangge , justru tidak ada yang bersuara dari para aktivis HAM di Papua dan Indonesia.
Mereka yang sebelumnya mengaku aktivis HAM
hanya diam seribu bahasa, sangat mengherankan , terkesan mereka ini hanya bekerja mengikuti pesan sponsor, sebagai penggiat HAM seharusnya jangan terkesan membela HAM dari satu sisi saja, HAM adalah sesuatu yang universal , dan HAM tidak membeda – bedakan suku , agama, kelompok , satatus sosial dan sebagainya, jangan terkesan membela HAM karena sistem kesukuan, oligarki kesukuan bahkan etnonasionalisme kedaerahan.
Juga
pada hari Kamis , tanggal 2 September 2021 , bahkan  Posramil di kampung Kisor Distrik Aifat Selatan Maybrat Sorong Papua Barat di serang oleh KSTP , dan empat orang prajurit TNI tewas di bantai secara tidak manusiawi.
Padahal , itu  jelas suatu pelanggaran  HAM.
Anggota TNI juga manusia yang di ciptakan sama derajadnya dengan manusia lainnya, seharusnya hal ini di kategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.
Harusnya aktivis HAM bersuara menyuarakan kebenaran, jangan hanya diam dan terkesan menjadi para aktivis HAM yang bekerja sesuai pesan sponsor, ingatlah bahwa masyarakat Nusantara, TNI, Polri, dokter, guru, masyarakat Papua, pelajar, mahasiswa, dan manusia lainya adalah manusia yang di ciptakan oleh Tuhan yang Maha Esa, sudah tentu semua manusia memiliki hak asasi manusia , dan hal tersebut bersifat universal.
"Saya berharap diusutnya kasus itu dan dimuatnya di media sejumlah kasus pelanggaran HAM dapat membuka pola berpikir para aktivis HAM di Papua dan Indonesia bahwa HAM adalah milik semua orang , dan HAM dapat melewati setiap sisi dan sekat  perbedaan kehidupan manusia, individu dan kelompok. "pungkas Ali Kabiay alias Amaz Eso.(Hari).