Salah satu tarian (mbeksa) dan opera dengan
mengambil Judul ‘Dewa Ruci Suci’ di Teater Kecil ISI Solo.
SOLO (JURNALKREASINDO.COM) – Dosen ,seniman, penari, koreografer dan akademisi Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Dr Matheus Wasi Bantolo, meluncurkan buku berjudul Nembang Mbeksa: Mencipta Laras Membongkar Bugar , pada Senin (26/8/2024) malam, di Teater Kecil Kampus ISI Solo. Buku Nembang Mbeksa ini, hasil riset doktoral Pascasarjana ISI Solo.
Dimana berisi tentang penemuan manfaat tembang dan tari Jawa
bagi kebugaran fisik dan psikis. Wasi menggali pengetahuan keselarasan jiwa dan
kebugaran fisik itu melalui serat di masa lalu. Dia memanfaatkan kekayaan
kesusastraan Jawa di masa lalu yang sudah ditulis oleh para pujangga. “Karya
sastra di masa lalu itu tidak hanya memiliki nilai, tapi dalam menyikapinya di masa
sekarang” kata Wasi
Dicontohkan saat sesorang melihat serat wedhatama dan serat wedatoyo yang memuat ajaran tentang keseimbangan atau laras jiwa dan raga. Maka dari itu diharapkan, buku ini mempublikasikan tentang riset artistik sebagai presentasi reflektif terhadap tembang dan tari Jawa yang selama ini digeluti penulis sejak masih belia.
Hilmar Farid dan Dr Matheus Wasi
Bantol, seusai menandatangani cover buku Nembang Mbeksa.
Aktivitas tembang dan tari Jawa yang menjadi dimensi kerja
kesenimanan dielaborasi untuk menjawab persoalan sosial yang terjadi di
masyarakat, yaitu kebugaran. Luaran akhirnya adalah sebuah pelatihan kebugaran
yang ia sebut sebagai Nembang Mbeksa. Nembang Mbeksa sebagai bentuk pelatihan
dioperasionalkan secara tidak terpisah.
Eksplorasi Serat
Menggunakan teknik artistik yang dapat berimplikasi secara
konkrit terhadap kebugaran fisik maupun
psikis. Hal ini, bisa menjadi referensi membuat karya di masa sekarang.
Sehingga, eksplorasi serat di masa lalu bisa membuahkan karya seni yang
bermanfaat untuk masyarakat. Munculnya karya Nembang Mbeksa ini bermula ketika
Wasi mengalami kegelisahan pada saat pandemi.
Ia waktu itu ada ketakutan menghadapi situasi yang serba
tidak pasti. Akhirnya dirinya mengeksplorasi tembang dan tari Jawa. “Saya
mengeksplor tubuh dengan nada-nada, sampai kemudian pada satu momen tertentu di
situ diajak pentas, tidak hanya bersuara tapi juga bergerak [menari]. Hingga
akhirnya saya menemukan Nembang Mbeksa itu,” katanya
Nembang Mbeksa dalam pengertiannya berkaitan dengan terapi
kejiwaan atau mental healing. Dimana healing itu bisa dilakukan dan dipelajari bagi
seluruh kalangan, baik pemula maupun professional. Healing dilakukan dengan
menghasilkan suara dan gerak tubuh. Nada yang digunakan bersumber dari nada
dalam tembang Jawa dan gerak dasar tari Jawa.
Fisiologi dan
Psikologis
Menurut Wasi suara dan gerak tari yang dilakukan dengan penuh kesadaran akan menghasilkan keseimbangan fisiologi dan psikologis. Aktivitas ini bertujuan menghasilkan kebugaran tubuh dan keseimbangan jiwa raga. Bedah buku Nembang Mbeksa ini dibedah dua narasumber, yaitu Hilmar Farid, PhD, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Prof, Bambang Sunarto, Wakil Rektor I ISI Solo.
Dari Kiri : Dr Matheus Wasi Bantolo,
Bambang Sunarto, Hilmar Farid ketika membedah buku Nembang Mbeksa: Mencipta
Laras Membongkar Bugar.
Pada kesempatan itu, Hilmar Farid mengatakan, peninggalan
naskah kebudayaan Nusantara di masa lalu seperti serat-serat yang telah
diciptakan para pendahulu sangat banyak. Tetapi dari sekian banyak naskah
peninggalan masa lalu itu, masih sangat sedikit yang menjadi karya baru seperti
buku Nembang Mbeksa ini, sehingga generasi muda diharpakan bisa berkarya
seperti ini.
“Sehingga bisa diibaratkan kita baru melihat pucuknya dari gunung
es, sementara di bawah ini banyak sekali pengetahuan yang belum dikelola dengan
baik, ada yang dalam bentuk serat, ada yang tidak tertulis. Buku Nembang Mbeksa
merupakan representasi dari pengetahuan di masa lalu yang dikembangkan di masa
sekarang sehingga menghasilkan karya yang relevan” tandasnya
Suka Mendengar
Buku yang membahas
jiwa dan raga seperti karya Wasi ini
sangat relevan dengan hari-hari ini. Terlebih di tengah isu kesehatan mental
yang dihadapi tidak saja anak-anak muda, namun juga para pekerja dari berbagai
kalangan. Sedangkan Bambang menyampaikan, Wasi ini terlahir dari keluarga
seniman. Jadi, Bambang mengaku sudah sangat mengetahui karakter Wasi dan
keluarganya.
Wasi ini memiliki karakter sebagai orang yang suka
mendengar, sehingga tidak pernah menentang dan tidak ada ceritanya dia berdebat,
terutama masalah karya seni. Jadi, apa yang Wasi dengar, tangkap dan dinilai
disekitar kampus ini dicatat dan kerjakan. “Sehingga ketika orang punya gagasan
dia catat, sehingga Wasi paham betul sengketa artistik itu” jelasnya
Dengan demikian karya-karya seniman satu dengan yang lainnya
tidak akan sama, kendati masih dalam satu aliran. Sehingga seorang seniman itu,
akan mengandalkan potensi dirinya. Jadi, meski Wasi terlahir dari garis
keturunan seniman. “Namun dia itu unik, karena tidak ada yang mereka tiru,
sehingga dia cuek atau tak peduli dengan karya seniman lain, terutama dalam
menghasilkan suatu karya” tuturnya. (Hong)