SOLO,
JURNALKREASINDO.com - UNESCO telah
mengukuhkan Kebaya, Reog dan Kolintang—sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia
Bersama Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand, di Paraguay pada 3
Desember 2024 yang lalu. Penetapan ini menambah daftar panjang kekayaan budaya
Nusantara yang tercatat dan diakui dunia Internasional.
Tentu hal ini juga menegaskan, bahwa Indonesia adalah negara
yang kaya akan budaya warisan budaya berkelas dunia. ‘Akara Cintya: Pesona Adibusana Nusantara’ yang akan dilaksanakan
pada Selasa (31/12) di Pendhapa KGPH Djojokusumo Kampus ISI Solo adalah sebuah
gelaran multi-even sebagai ekspresi perayaan penetapan Kebaya sebagai Warisan
Budaya Tak Benda Dunia.
Peristiwa budaya ini diselenggarkaan oleh Program Studi
Desain Mode Batik ISI Solo dengan dukungan dari Kementerian Kebudayaan Republik
Indonesia. Tidak melulu bicara Kebaya, Akara Cintya juga mengangkat isu Batik
dan Keris yang sudah terlebih dahulu ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya
Tak Benda Dunia pada 2008 dan 2009 yang lalu.
Konsep Pentaholic
Akan digelar Seminar tentang Kebaya, Batik, dan Keris, juga
akan digelar Fashion dalam berbagai ragam dan corak budaya Nusantara. Momentum
ini, selain sebagai upaya konservasi, preservasi, dan kreasi atas eksistensi warisan budaya dunia tersebut, juga sebagai
upaya melahirkan jejaring kerja sama dalam konsep pentaholic yang melibatkan
pemerintah, akademiksi, praktisi/pelaku, komunitas, maupun media.
Direncanakan akan hadir sebagai pembicara kunci, Menteri
Kebudayaan RI, Dr. Fadli zon, M.Sc., bersama sejumlah narasumber seperti Dr.
Yuhri Inang, Endah Laras dan Prof Dr. Sunarmi, M.Hum, serta Sruti Respati
sebagai bintang tamu. Menurut Ketua Panitia Pelaksana, Danang Priyanto, Dosen Program
Studi Desain Mode Batik ISI Solo mengatakan, kebaya Indonesia tidak hanya
berfungsi sebagai pakaian.
Tetapi, juga merupakan simbol identitas dan kehormatan bagi
perempuan Indonesia. Wilayah di Indonesia memiliki variasi kebaya dengan ciri
khas masing-masing, yang mencerminkan keragaman budaya lokal. Misalnya, kebaya
kutu baru dan kebaya kartini dari Jawa, kebaya encim yang berasal dari Betawi,
kebaya Sunda, hingga kebaya Bali.
Pakaian Pokok
Dalam acara tertentu, seperti pernikahan, upacara ritual
adat, atau perayaan keagamaan, kebaya menjadi pakaian pokok bagi Perempuan yang
ingin menunjukkan rasa hormat terhadap tradisi dan budaya. Koordinator Program
Studi Desain Mode Batik ISI Solo, sebagai penanggung jawab kegiatan, Aan
Sudarwanto menambahkan, Kebaya Indonesia mempunyai makna filosofi yang dalam.
khususnya bagi
perjuangan figure perempuan. Masa kolonialisme, kebaya dijadikan metafora
semangat keberanian dan ketahanan perempuan Indonesia yang berjuang untuk
kemerdekaan. Pahlawan perempuan Indonesia juga banyak dikenal melalui potret
mengenakan kebaya sebagai bagian dari identitas mereka dalam memperjuangkan
kemerdekaan.
Kebaya pada masa kini juga menjadi simbol emansipasi
perempuan, di mana wanita Indonesia dapat mengenakan kebaya dengan bangga,
sebagai bentuk apresiasi terhadap warisan budaya sekaligus menunjukkan
kebanggaan akan identitas diri. Dalam konteks sosial budaya, kebaya juga kerap
kali dikenakan dalam momentum formal dan kasual.
Elegan dan Mewah
Seperti saat menghadiri acara kenegaraan atau acara resmi
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebaya memiliki dinamisasi dan relevansi yang
terus terjaga hingga kini. Pada era modern, kebaya melalui beragam kreasi dan
inovasi desain yang menjadikannya tetap relevan di dunia fashion. Para
perancang mengelaborasi keberadaan kebaya hasil dengan sentuhan kontemporer.
Baik dari sisi material, warna, maupun look-nya. Kebaya
modern memanfaatkan berbagai elemen lain, seperti batik, bordir, atau payet,
untuk menciptakan tampilan yang lebih elegan dan mewah. Dengan keterlibatan dan
partisipasi dari sejumlah pihak yang konsen pada isu Kebaya, Batik, dan Keris
yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia, panitia
berharap kegiatan ini dapat terlaksana dengan lancar dan sesuai dengan yang
diharapkan. (Her)