SOLO (JURNALKREASINDO.COM) -Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Lintas Provinsi mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Makarim agar mundur.
Dalam acara Silaturahmi Presidium Koalisi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang digelar di Gedung Umat Islam Kartopuran, Solo, Sabtu (20/11/2021)Presidium KAMI Se-Jawa Plus Sumatera
menyatakan sikap sebagai berikut :Pertama, menolak Permendikbudristek No 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dan mendesak Menteri Nadiem Makarim untuk mencabut Permen tersebut demi meluruskan kembali arah pendidikan dan politik bangsa Indonesia.
Kedua, mengusut dalang pembuatan Peraturan Menteri tersebut yang dicurigai telah berupaya untuk melakukan upaya liberalisasi dan sekularisasi di lingkungan Perguruan Tinggi dengan mengatasnamakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
Ketiga, mengingatkan Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bahwa Pendidikan Nasional itu harus berakar pada nikai-nilai agama, kultur nasional, di samping tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. "Jangan berbasis pada filosofi barat yang liberalistik dan sekularistik." ujar para penanda tangan petisi diantaranya Mudrick SM Sangidu mewakili KAMI Jawa Tengah .Syukri Fadholi mewakili
KAMI Daerah Istimewa Yogyakarta .
Daniel M Rasyid mewakili
KAMI Jawa Timur .
Syafril Sjofyan mewakli
KAMI Jawa Barat . Sementara
Djudju Purwantoro mewakili
KAMI DKI Jakarta . Abuya Shiddiq mewakili
KAMI Banten .
Zulbadri dari KAMI Sumatera Utara .
Muhammad Herwan mewakili
KAMI Riau.
H. Mulyadi MY, S.Pi, M.MA mewakili
KAMI Kalimantan Barat . Sedang
Mahmud Khalifah Alam S.Ag mewakili
KAMI Sumatera Selatan . Sementara Sekretaris KAMI
Sutoyo Abadi.
Para penanda tangan pernyataan sikap juga mendesak agar
Permendikbudristek No 30 tahun 2021 dicabut.
"KAMI Lintas Provinsi" mendesak agar Menteri Nadiem Makarim segera mengundurkan diri atau mendesak Presiden untuk memberhentikan Nadiem Makarim dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi." papar para penanda tangan.
Dalam acara Silaturahmi Presidium Koalisi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang digelar di Gedung Umat Islam Kartopuran, Solo, Sabtu (20/11/2021)Presidium KAMI Se-Jawa Plus Sumatera
menyatakan sikap sebagai berikut :Pertama, menolak Permendikbudristek No 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dan mendesak Menteri Nadiem Makarim untuk mencabut Permen tersebut demi meluruskan kembali arah pendidikan dan politik bangsa Indonesia.
Kedua, mengusut dalang pembuatan Peraturan Menteri tersebut yang dicurigai telah berupaya untuk melakukan upaya liberalisasi dan sekularisasi di lingkungan Perguruan Tinggi dengan mengatasnamakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
Ketiga, mengingatkan Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bahwa Pendidikan Nasional itu harus berakar pada nikai-nilai agama, kultur nasional, di samping tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. "Jangan berbasis pada filosofi barat yang liberalistik dan sekularistik." ujar para penanda tangan petisi diantaranya Mudrick SM Sangidu mewakili KAMI Jawa Tengah .Syukri Fadholi mewakili
KAMI Daerah Istimewa Yogyakarta .
Daniel M Rasyid mewakili
KAMI Jawa Timur .
Syafril Sjofyan mewakli
KAMI Jawa Barat . Sementara
Djudju Purwantoro mewakili
KAMI DKI Jakarta . Abuya Shiddiq mewakili
KAMI Banten .
Zulbadri dari KAMI Sumatera Utara .
Muhammad Herwan mewakili
KAMI Riau.
H. Mulyadi MY, S.Pi, M.MA mewakili
KAMI Kalimantan Barat . Sedang
Mahmud Khalifah Alam S.Ag mewakili
KAMI Sumatera Selatan . Sementara Sekretaris KAMI
Sutoyo Abadi.
Para penanda tangan pernyataan sikap juga mendesak agar
Permendikbudristek No 30 tahun 2021 dicabut.
"KAMI Lintas Provinsi" mendesak agar Menteri Nadiem Makarim segera mengundurkan diri atau mendesak Presiden untuk memberhentikan Nadiem Makarim dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi." papar para penanda tangan.
Dalam pertemuan pada 20 Nopember 2021 di Solo, yang dihadiri oleh Presidium KAMI se Jawa dan beberapa Presidium dari luar Jawa, serta dihadiri pula oleh Presidium KAMI Prof. Dr. Rochmat Wahab dan juga disampaikan sambutan tertulis dari Prof. Dr. Din Syamsuddin setelah melalui kajian, Presidium KAMI se Jawa plus mendukung sepenuhnya Deklarasi kedua KAMI yang dikeluarkan pada tanggal 14 Nopember 2021, serta melalui kajian mendalam dalam pertemuan Solo bersepakat untuk mengeluarkan pandangan tentang kondisi bangsa saat ini dengan maksud perlu secepatnya menjadi perhatian demi menyelamatkan Indonesia, pandangan yang diberi judul :
Negara Sedang Menuju Kehancuran.
Bahwa, tak ada lagi yang diharapkan dari sebuah negara ketika kebohongan sudah menjadi watak kekuasaan. Tak ada lagi harapan sebuah negara akan maju apabila para cukong, politisi dan aparatnya sudah bersekongkol dalam tindak kejahatan secara terbuka tanpa rasa malu, tanpa rasa berdosa, dan tanpa rasa apa-apa lagi atas nama sebuah azas dan norma demi kepentingan kelompoknya.
Bahwa, Kebohongan yang dituangkan ratusan, ribuan, bahkan sengaja dicampur dengan menajemen berita hoax? Maka yang akan tercipta kebingungan, kejenuhan, yang akhirnya lahirlah masyarakat yang apatis tak tahu lagi mana yang benar dan salah. Itulah yang disebut "post truth". Hasil rekayasa "logical fallacie" yang sistematis dan agitatif. Kebenaran dan kemungkaran akan bertukar tempat. Yang benar akan jadi salah. Yang salah jadi benar. Orang baik akan dibuat jadi penjahat. Si penjahat dicitrakan seperti malaikat.
Bahwa, sebelumnya masyarakat dihebohkan dengan makar secara terang-terangan terhadap Pancasila. Pancasila diubah menjadi Eka Sila. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diganti dengan Ketuhanan yang Berkebudayaan. Pancasila yang sudah final dirumuskan dan disepakati sebagai konsensus falsafah negara Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, di mana sila Pancasila disahkan sejalan dengan pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, mau dirombak kembali menjadi Pancasila versi 1 Juni 1945.
Bahwa, secara konstitusional "makar" terhadap Pancasila melalui RUU HIP yang tidak mencamtumkan TAP MPRS No. 25/1966 tentang pemberantasan Komunisme dan memunculkan Pancasila 1 Juni 1945 yang bukan kesepakatan yang syah, secara delik hukum, sudah cukup memenuhi unsur pidana perbuatan melawan hukum luar biasa "extraordinary crime" . Rezim hari ini seakan tidak peduli dan tutup mata. Bahkan tidak cukup di situ. RUU HIP malah berubah "ujug-ujug" menjadi RUU BPIP. "Ini justru lebih parah dan berbahaya. Karena RUU BPIP ini di arahkan, agar BPIP mempunyai kewenangan penuh merekonendasikan kesemua lembaga tinggi negara dalam menafsirkan Pancasila sesuai kepentingan dan penguasa. Mirip seperti komite central di Negara komunis China.
Bahwa, beberapa indikator seperti Ketua BPIP mengatakan agama adalah musuh utama Pancasila. Sejalan dengan komentar ketua BPIP, Menteri agama secara terang-terangan, telah menghapus 155 buku dan mata pelajaran Islam di sekolah Islam seperti MAN dan MTsN. Termasuk memunculkan konsep moderasi agama seakan di Indonesia agama tidak moderat, pada hal sejak jaman dulu sampai sekarang didunia Indonesia dikenal sebagai Negara religius yang sangat moderat dan toleran.-(Warto).