Dari Kiri : Prof Dr Andrik Purwasito
DEA, RMT Momi S Satyotomo dan Raden Surojo, ketika Menyoal Suksesi di Pura
Mangkunegaran. Wahyu Keprabon untuk Siapa.
SOLO (JURNALKREASINDO.COM)
– Menanggapi tentang suksesi Pura Mangkunegaran yang kini masih ramai
dibicarakan, Pakar Budaya UNS, Prof Dr Andrik Purwasito DEA mengatakan, tiga
pilar agar bisa menjadi landasan menjelaskan, suksesi ini harus melibatkan
Dewan Pinisepuh yang lebih berpengalaman dan tahu kemana arah wahyu keprabon.
"Sekarang ini
orang awam, apalagi yang matang dalam olah spiritual tahu, aura yang bersinar
dari tiga tokoh kandidat Adipati Mangkunegaran" ujar Prof Andrik tanpa
bersedia menyebut nama kandidat adipati” katanya, Jumat (26/11/2021).
Ungkapan Andrik itu terkuak dalam diskusi publik 'Menyoal Suksesi di Pura Mangkunegaran.
Wahyu Keprabon untuk Siapa?’. Prof Andrik menambahkan Raja (Adipati) dan masyarakat itu ibarat keris dan warangka.
Raja itu ibarat keris, sementara masyarakat itu warangka
atau selubung yang terbuat dari kayu. "Ada hubungan timbal balik di situ.
Tentang sesuai situasi. Meskipun tidak punya suara yang menentukan pengganti
Gusti Mangku IX, tapi ada spirit memberikan masukan” jelasnya
Mengingat Pura Mangkunegaran sangat luar biasa asetnya dan
SDM-nya, harus dikelola dan dimaksimalkan kembali. Sedangkan Pengamat Sejarah,
Raden Surojo mengatakan lebih lugas, kalau Pura Mangkunegaran yang kini dalam
kesulitan ekonomi.
Kontekstual atau
Situasional
Seharusnya, sesuai dengan pola kontekstual atau situasional,
dipilih figur dari tiga kandidat yang muncul diantaranya GPH Paundrakarna Jiwa
Suryanegara, cucu Raja Mangkunegara VIII yakni KRMH Roy Rahajasa Yamin dan GPH
Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo.
Perlu dipilih dan
dipilah, mana yang mampu sebagai pimpinan adat budaya sekaligus ahli ekonomi
untuk membenahi asset Mangkunegaran yang kini dinilai terpuruk. Melihat rekaman
sejarah pola suksesi di Pura Mangkunegaran berbeda jauh dengan Kraton Surakarta
Hadiningrat.
Di mana di keraton, harus sesuai garis keturunan raja secara
langsung. Sementara di Pura Mangkunegaran tidak menganut pola keturunan secara
langsung. "Suksesi di Mangkunegaran sesuai pada realita yang dihadapi, yakni
pola situasional.” ujarnya
Bukan karena keturunan, bukan seperti Kraton Surakarta
dengan pola garis (keturunan) langsung. "Yang penting tidak meninggalkan
tradisi keturunan Adipati Mangkunegara. Bisa putra, ponakan dan adik atau cucu,
Dewan Pinisepuh punya hak untuk
memilihnya.
Paling tidak memberi penilaian kapabilitas calon tersebut
yang layak menjadi Adipati Mangkunegaran X. Surojo mencontohkan, saat
pergantian atau suksesi Raja Mangkunegaran I ke Pura Mangkunegaran II, bukan
langsung putra raja. Bahkan paling mencolok, saat suksesi Mangkunegaran V ke
Raja Mangkunegaran VI.
Saat itu pemilihan juga situasional, karena Mangkunegaran
VI, putra Mangkunegaran IV. Pasalnya, selain memiliki jiwa militer, juga dikenal sosok yang sangat mumpuni secara
manjerial dan pebisnis hebat kala itu.
"Mangkunegaran II bukan putra Raja Mangkunegara I, suksesi
sangat rasional. Mangkunegara VI dilantik menduduki jabatan tatkala pada masa
Mangkunegara V dilanda krisis ekonomi. Saat itu Raja Mangkunegara IV merintis
industri (sangat maju), seorang kepala pemerintahan dan enterprenuer
hebat," terangnya.
Landasan Tiga Pilar
Sementara itu Raden Mas Tumenggung (RMT) Momi S Satyotomo,
Ketua I HKMN Suryo Sumirat mengatakan, tiga pilar agar bisa menjadi landasan
bagi raja atau adipati yang jumeneng menjadi Mangkunegoro X.
Tiga pilar yang dimaksud, Pertama, Jumeneng Mangkunegoro
sebagai Pengageng Pura. Pemilik kebijakan dan manajemen Puro sebagai Pusat
Budaya Jawa. Kedua, Himpunan Kerabat Mangkunegaran (HKMN) Suryo Sumirat yang
berfungsi untuk mengorganisir dan mempersatukan Kerabat Mangkunegaran.
Ketiga, Yayasan Suryasumirat, sebagai Badan Hukum yang
Pembinanya terdiri dari wakil Trah Mangkunegara I sampai dengan IX serta Trah
Punggawa Baku MN I. “Kami HKMN Suryo Sumirat menghendaki agar jutaan anggota
kerabat Mangkunegaran yang tersebar di Indonesia dan luar negeri bisa guyub dan
rukun " harapnya
Filosofi Pangeran Sambernyowo masih relevan diterapkan di
era kekinian. Seperti hanebu sauyun,
kerabat agar bersatu seperti tebu sauyun. Juga filosofi Tiji Tibeh. Mukti siji Mukti Kabeh. Kerabat yang sukses agar
membantu kerabat yang mungkin kekurangan. (Warto)