SURAKARTA (JURNALKREASNDO.COM) - Tim Riset Hibah Keilmuan (HRK) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) melalui dana LPDP menyelenggarakan diskusi kelompok FGD mengenai ‘Studi Eksplorasi dan Analisis Kebutuhan Pendampingan Siswa Bergejala Disleksia’.
Acara ini digelar pada Minggu dan Senin ( 29 – 30/01/2022)
di Hotel King Garden Syariah, Kabupaten Semarang, Ketua Tim HRK Dr. Laili Etika
Rahmawati, M.Pd, Ketua Divisi Pengembangan Kurikulum dan Inovasi Pembelajaran
Biro Inovasi Pembelajaran UMS menjelaskan.
Diskusi ini terjadi berawal dari data yang ditemukan saat
menjadi DPL Program Kampus Mengajar 1 di tahun 2021 yang menunjukkan kompetensi
baca-tulis siswa SD yang terindikasi rendah. "FGD ini berawal dari
kompetensi baca-tulis siswa SD terindikasi rendah" Terang Laili Etika.
Focus Group Discussion (FGD) ini dilakukan dengan melibatkan
tim yang berasal dari multidisiplin bidang ilmu dan profesi, diantaranya Dr.
Murfiah Dewi Wulandari Wakil Dekan 2 FKIP UMS, Arif Wiyat Purnanto, M.Pd
Perlu Terapi
Selain itu Wakil Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah
Magelang (Unimma), Ibu Ainul Qoyim, M.Pd. Kepala SD Al-Firdaus Surakarta, Roid
Ismail Ardho, S.Pd. guru SD Mutual Magelang, dan 10 mahasiswa S1 dan S2 dari
Program Studi PBSI, PGSD, dan Matematika.
Kepala Sekolah Al-Firdaus Ainul Qoyim menjelaskan, disleksia
sebenarnya tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa diminimalisasi. Untuk dapat
meminimalisasi, maka siswa dengan disleksia perlu terapi dan ketika di sekolah
harus didampingi oleh shadow teacher.
"Disleksia bisa diminimalisasi dengan menghadirkan shadow
teacher" jelas Ainul Qoyim sambil menambahkan, FGD ini melibatkan tim
riset SD Muhammadiyah Program Khusus Baturan, Karanganyar, SD Al-Firdaus
Surakarta, SD Negeri 01 Luwang Sukoharjo dan SD Muhammadiyah Alternatif (Mutual) Magelang.
Berdasarkan hasil pemaparan setiap penanggung jawab survei
pada masing-masing sekolah, ditemukan
beberapa hal sebagai berikut. 1. Pendampingan terhadap siswa bergejala
disleksia pada setiap sekolah berbeda-beda.
2. Ada sekolah yang
melakukan antisipasi, sejak awal dalam seleksi masuk untuk menerima siswa yang
sudah mampu membaca. 3. Ada sekolah yang memberikan perlakuan yang sama antara
siswa yang bergejala disleksia dengan siswa regular.
Terakhir atau 4. Ada
sekolah yang melakukan asesmen lanjutan ketika menemukan siswa yang bergejala
disleksia dengan melibatkan ahli dan merekomendasikan untuk melakukan terapi. Kesimpulannya,
FGD ini berupa pendampingan yang sangat
efektif.
Utamanya dalam menangani siswa bergejala disleksia, dengan
menghadirkan guru pendamping khusus (GPK) yang sering disebut dengan shadow
teacher. Selain itu pendampingan yang holistik dan humanis, sangat diperlukan
untuk dapat mengendalikan siswa bergejala disleksia agar mau membaca tanpa
merasa tertekan. (Eps)