Mangkunegoro X ( nomor dua dari kiri/berkacamata),
didampingi ibundanya GKP Mangkunegoro IX dan KRM Roy Rahajasa Yamin, saat
menyaksikan pagelaran wayang kulit.
Diantaranya, lembaga tempat belajar mendalang wayang kulit,
yakni PDMN (Pasinaon Dalang ing Mangkunegaran/Pedalangan Mangkunegaran) yang
pernah berjaya di era tahun 1950 - 1970 an, kini kondisinya mati suri.
Untuk membangkitkan cinta budaya Mangkunegaran khususnya
wayang purwa gagrak Mangkunegaran, Mangkunegoro X menginisiasi pertunjukan Wayang Kulit , pada Selasa (29/03/
2022) malam bertempat di Pendhapa Prangwedanan.
Pertunjukan wayang kulit dilaksanakan bersamaan dengan
peringatan ulang tahun (Tingalan Wiyosan Dalem) KGPAA Mangkunagoro X yausia genap berusia 25 tahun, juga berbarengan dengan ulang tahun kakak kandung Mangkunagoro X
bernama Gusti Raden Ajeng (RAj) Ancillasura Marina Sudjiwo usia genap 31 tahun.
Kemantren Langenpraja
Kedua adik -kakak itu merayakan ulang tahun, tanggal
lahirnya kebetulan sama, yakni 29 Maret.G.R.Aj. Ancillasura Marina Sudjiwo kini
menjabat sebagai Pembina Kemantren Langenpraja Pura Mangkunegaran.
Profil Mangkunegoro X
yang dulunya bergelar Gusti Pangeran Haryo (GPH ) Bhre lahir pada 29 Maret 1997, yang sudah lulus menjadi sarjana hukum, dari Universitas Indonesia. Setelah
lulus, Gusti Bhre sempat bekerja sebagai pengacara di Jakarta .
Kini seusai dinobatkan jadi Adipati Mangkunagoro X sejak 12
Maret 2022 Gusti Mangkunegoro secara full time berada di Solo. Sementara itu
pertunjukan wayang kulit membawakan lakon “Prabu Anom Harya Gathotkaca” dengan dalang
Ki. MNg Purnama, S.Sn.
Sang dalang ini masih tercatat menjadi mahasiswa ASGA (Akademi Seni Mangkunegaran) Surakarta
serta didukung tim kolaborasi ASGA Surakarta dan PDMN (Pasinaon Dalang ing
Mangkunegaran/Pedalangan Mangkunegaran).
Perjalanan Raja
G.R.Aj. Ancillasura Marina Sudjiwo Pembina Kemantren Langenpraja Pura Mangkunegaran, didampingi Irawati
Kusumorasri, M.Sn. Direktur Akademi Seni Mangkunegaran Surakarta kepada
wartawan mengatakan, lakon ‘Prabu Anom Harya Gathotkaca’ menceritakan tentang
perjalanan Raden Tetuka menjadi Raja Pringgondani, dengan gelar Prabu Anom
Harya Gathotkaca.
“Kami mencoba menghadirkan kembali pertunjukan wayang kulit,
sehingga dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat, juga untuk mendekatkan
Pura Mangkunegaran dengan masyarakat. Wayang kulit dihadirkan kembali, sebagai
upaya untuk melestarikan budaya yang sudah ada dari dahulu” katanya
Supaya masyarakat tetap ingat kepada kalangan akar rumput
dan bisa mempelajari norma-norma budaya dari pertunjukan tersebut. "Kami merencanakan
kegiatan serupa akan kembali rutin diadakan ke depannya,” ungkap GRAj
Ancillasura Marina Sudjiwo
Berkembang Dan
Berkualitas
Ditambahkan, Pura Mangkunegaran sebagai salah satu pusat
kebudayaan Jawa memiliki visi dan misi untuk terus menggali, melestarikan, dan
mengembangkan kebudayaan. Harapan ke depan, pertunjukan wayang kulit gaya
Mangkunegaran dapat terus berkembang dan berkualitas, sebagai wujud konkret
kontribusi Pura Mangkunegaran pada pembentukan kebudayaan nasional.
Seperti diketahui, PDMN didirikan saat Mangkunegoro VIII pada
tanggal 17 Januari 1950. Pasinaon Dalang tersebut bertujuan untuk mengembangkan
seni pertunjukan wayang kulit gaya Mangkunegaran dan membina dalang-dalang di Surakarta agar
menjadi dalang yang lebih berkualitas dalam pertunjukannya. (Njar)