AKSI YAYASAN KAKAK DAN FAKTA, PEMERINTAH PERLU KENAKAN CUKAI MINUMAN BERPEMANIS

 

Aksi Fakta Indonesia dan Yayasan Kakak yang dilakukan di CFD Jl. Slamet Riyadi, Solo. 

SOLO (JURNALKREASIDO.COM) – Ratusan masa yang tergabung dalam Forum Warga Kota Jakarta (Fakta)  Indonesia danYayasan Kakak menggelar aksi, perlunya pemerintah mengenakan cukai minuman berpemanis. Aksi itu digelar pada Minggu (19/5/2024) di area Car Free Day (CFD) di Jl Slamet Riyadi, tepatnya didepan rumah dinas walikota Solo, Loji Gandrung.

Aksi yang diikuti rasusan massa itu bertujuan, agar pemerintah mengenakan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Hal ini agar terlindunginya kesehatan masyarakat. Kegiatan aksi hari diikuti lebih dari 50 orang dari Solo dan sejumlah perwakilan dari Yogyakarta, Jawa Barat, dan Jakarta yang memulai start aksi di depan Rumah Sakit Kasih Ibu.

Peserta aksi itu, diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, lalu berjalan menuju di depan  Loji Gandrung. Dalam perjalanannya massa aksi juga menyampaikan edukasi untuk masyarakat, menganai bahaya MBDK yang ditunjukkan melalui  poster-poster yang mereka bawa. Terutama terkait dengan kesehatan dan pentingnya penerapan cukai MBDK sesegera mungkin.

Ketua Fakta Indonesia, Ari S. Wibowo, dalam orasinya menyebutkan, bahwa latar belakang utama digelarnya aksi tersebut, akibat  terus naiknya pengidap penyakit diabetes di Indonesia yang salah satu faktornya disebabkan masyarakat banyak mengonsumsi  MBDK berlebihan. “Maka dari itu  pemerintah perlu memberikan cukai  MBDK’ ujar Ari

Belum Ditandatangani

Hal ini penting segera ditanda tangani pemerintah dalam hal ini Kementrian Keuangan. “Tapi sejauh ini tanda-tanda implementasi kebijakan tersebut (cukai MBDK) nampaknya belum akan diteken tahun ini. Informasi yang kami dapat banyak industri yang tidak setuju, tidak ada kemauan yang kuat dari pemerintah untuk segera meneken kebijakan tersebut” katanya

Beberapa Jenis minuman berpemanis yang perlu pemerintah mengenakan cukai bagi pihak produsen.

Disatu sisi, data Kementerian Perindustrian (2017), pertumbuhan produksi minuman ringan juga meningkat dua kali lipat pada periode 2005-2014. Hal ini sejalan dengan jumlah kasus obesitas dan penyakit tidak menular di Indonesia meningkat signifikan sepuluh tahun terakhir. saat ini pengenaan cukai MBDK adalah kebijakan yang tepat untuk menekan, sebab otomatis harganya akan naik.

Dengan adanya kenaikan harga diharapkan, bisa mengubah pola konsumen atau mendorong industri reformulasi produk menjadi lebih rendah gula. “Jadi, pada tahun ini pemerintah perlu pengenaan cukai MBDK dan harus benar-benar  segera diberlakukan janganhanya janji saja, sehingga masyarakat merasa aman dalam mengunsumsinya”  tuturnya

Dukungan Warga

Sementara itu menurut survei  advokasi yang dilakukan Fakta dan Yayasan Kakak menyebutkan, sejumlah 48 orang dari 3 kelurahan di Solo atau 93,5 persen warga setuju pengenaan cukai MBDK itu. Bahkan, 89,2 persen setuju cukainya sebesar 20 persen nilai produk dan juga setuju  dana cukai dipakai untuk peningkatan pelayanan Kesehatan.

Dukungan warga tentang pengenaan cukai itu terkonfirmasi  melalui suvery di Fakta Indonesia yang dilakukan di Yogyakarta dan Jawa Barat. Dimana tingkat persetujuannya pengenaan cukainya rata-rata mencapai 84,4 persen. Sehubungan dengan itu, Fakta Indonesia mendesak 5 hal kepada pemerintah. Pertma, mengurangi konsumsi produk MBDK.

Hal ini sebagai upaya pengurangan risiko obesitas dan penyakit tidak menular, terutama diabetes. Kedua, menjauhkan akses produk MBDK dari masyarakat, terutama kelompok anak dan remaja. Ketiga, mendorong sinkronisasi antar kementerian dan lembaga negara agar memiliki pemahaman yang sama terkait kebijakan cukai produk MBDK .

Keempat, menerapkan kebijakan yang berkelanjutan untuk mengantisipasi pengaruh ketidakpastian politik dan intervensi industri produk MBDK dan kelima, meningkatkan penerimaan negara lewat pungutan cukai produk MBDK yang dapat dialokasikan untuk program kesehatan lain yang mendukung pencegahan PTM, serta membantu meringankan beban biaya kesehatan. (Hong)