KPH.Dr. Eddy Wirabhumi, SH.MM, ketika
memberikan keterangan kepada wartawan seusai berbuka puasa.
SOLO,
JURNALKREASINDO.com – Hasil dari eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA), pada
8 Agustus 2024 atas konflik internal (keluarga) Kraton Kasunanan Surakarta
Hadiningrat, mestinya menjadi titik terang penyelesaian sengketa hukum dilingkungan
Kraton tersebut. Hal itu diungkapkan Ketua Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Kraton Surakarta, KPH.Dr. Eddy Wirabhumi, SH.MM dan dengan mengacu dari keputusan
tersebut diharapkan mampu mengembalikan posisi hukum (lembaga/bebadan) kraton
sesuai statusnya. Dengan demikian, sekaligus membatalkan seluruh keputusan
administratif dan struktural yang dianggap melawan hukum sejak 2017.
Selain itu juga mengembalikan kondisi ‘guyub rukun’ keluarga kraton seperti sediakala, karena Putusan MA itu sudah berlangsung melalui proses hukum panjang selama 20 tahun, dimulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Peninjauan Kembali (PK). "Eksekusi pada 8 Agustus 2024 lalu menyatakan, bebadan yang dibentuk berdasarkan SK Mendagri 2017 adalah ilegal. Semua keputusan yang lahir darinya, termasuk pengangkatan permaisuri dan putra mahkota, dinyatakan batal," ujarnya kepada wartawan, pada Rabu (26/3/2025) dberbuka puasaisebuah rumah makan, Solo selepas berbuka puasa
Diharapkan Kraton Trah Dinasti Mataram
akan terhindar dan dijauhkan dari sikap saling mengungguli, sehingga bisa guyub
rukun.
Dampak langsung putusan itu menyebutkan, hanya Gusti Moeng (GKR Koes Murtiyah Wandansari) yang diakui sebagai Pengageng Sasana Wilapa sesuai keputusan MA tahun 2004. jadi, Klaim pihak lain atas jabatan ini, termasuk dalam pemberitaan media dinyatakan tidak sah. Gelar permaisuri dan putra mahkota yang diberikan, dinyatakan tidak sah menurut hukum. Kedua putra PB XIII diharapkan "Mampu saling mengisi dalam menjalin kerukunan, bukan malah diadu domba dan tidak perlu merasa superior. Seluruh kebijakan yang lahir dari SK ini, termasuk struktur kepengurusan kraton, dikembalikan ke format 2004” tuturnya
Menurut Kanjeng Eddy Wirabhumi semua itu, bertujuan utama untuk
menciptakan keadilan dan ketertiban, sehingga dengan saling menghormati hukum, suasana
di kraton akan kembali sejuk dan kondusif. Jangan ada lagi yang merasa 'luar
biasa' atau memaksakan kehendak pribadi maupun kelompok. “Supaya dua putra PB
XIII yang sempat bersaing akibat klaim putra mahkota, kini fokus pada
persatuan. Biarkan mereka saling melengkapi, ikuti kehendak Tuhan, bukan ambisi
diri. Begitu pula putri-putri Sinuwun, cucu-cucu dan keluarga besar lainnya”
ungkapnya
Dengan demikian, keluarga besar Kraton Dinasti Mataram akan terhindar
dan dijauhkan dari sikap saling mengungguli dan merasa lebih tonggi. Sebaliknya,
semua pihak bisa kembali ‘guyub
rukun"’bekerja untuk kemajuan kraton kedepan. Seluruh warga kraton akan
terus dan saling menjaga Sinuwun PB XIII, isteri dan putra putrinya tidak ada
lagi disharmoni, semua harus dinolkan (dikembalikan ketitik nol) sesuai hukum,
adat, istiadat, tradisi dan budaya Kraton yang sudah berlangsung lama sebagai
peninggalan para leluhur yang adiluhung. (Hong)