Para pemateri di Seni Topeng di IMO, dari
kanan Sri Waluyo, Khin Mon Thu, Prof. Dr. Mohd Kipli Abdul Rahman dan Mr.
Amandus Paul Panan.
SOLO, JURNALKREASINDO.com - Dari rangkaian International Mask Festival (IMF) 2025 resmi menghadirkan Konferensi Internasional Indonesia Mask Organization (IMO), acara ini digelar pada Sabtu (15/11/2025) pagi di l di Lantai 3 Gedung Sekretariat Bersama Kota Surakarta.
Konferensi ini menjadi forum penting bagi seniman,
akademisi, dan pemerhati budaya topeng dari berbagai negara untuk berdiskusi,
bertukar gagasan, serta memperluas pemahaman mengenai perkembangan seni topeng
di kancah global.
Kegiatan dibuka Dr. Dra. R.Ay. Irawati Kusumorasri, M.Sn.,
Founder IMF sekaligus penggagas Indonesia Mask Organization (IMO). Dalam
sambutannya, ia menekankan, bahwa IMO lahir sebagai ruang kolaborasi bagi siapa
pun yang mencintai seni topeng.
“IMO atau Indonesia Mask Organization berdiri sekitar enam
tahun yang lalu untuk mewadahi para pecinta topeng, para seniman, pembuat
topeng, kolektor topeng, ataupun hanya pemerhati topeng bisa menjadi anggota
IMO” kata Ira, panggilan akrabnya
Konferensi internasional IMO 2025 ini bertujuan untuk saling
bertukar pengetahuan tentang budaya topeng antarnegara. Konferensi ini penting
untuk bidang akademik, yang dapat menjadi ide maupun gagasan tentang karya seni
maupun penelitian, selain itu juga menjadi sarana diplomasi budaya.
Sesi pertama menghadirkan Sri Waluyo, S.Sn., dalang Wayang
Golek sekaligus komposer dari Indonesia. Ia membawakan materi mengenai
perkembangan tari topeng di daerah Tegal. Dijelaskan, dimana Topeng Tegal
terinspirasi dari Wayang Golek Cepak.
Sri Waluyo, ketika menerangkan perkembangan
tari topeng di daerah Tegal.
Selanjutnya, berkembang menjadi bentuk seni pertunjukan yang
kuat secara karakter, filosofi, serta ekspresi dramatik. “Pentas itu awalnya
dilakukan sebagai pelipur lara, jadi pemainnya hanya satu orang dengan
mendongeng, dengan memeragakan topeng seuai karater tokohnya” ujar Sri Waluyo
Pemateri kedua, Khin Mon Thu, pendiri DWM Dance Academy di
Myanmar, seorang penari, koreografer dan pendidik. Ia memperkenalkan kekayaan
tradisi tari topeng Myanmar, termasuk Yamazatdaw, Kainari & Kainara.
Selain itu juga The Burmese Mask Dance. Melalui paparannya,
ia menunjukkan bagaimana tari-tarian tersebut tidak hanya berfungsi sebagai
hiburan, tetapi juga membawa nilai spiritual dan estetika yang membentuk
identitas budaya Myanmar.
Tari pembuka diacara International
Mask Festival 2025 di Pendhapi Gede, Balaikota Surakarta.
Konferensi dilanjutkan oleh Prof. Dr. Mohd Kipli Abdul
Rahman, Direktur Institut Seni Kreatif Nusantara (INSAN), Universiti Teknologi
MARA (UiTM), Malaysia. Ia membahas seni tutur “Awang Batil, Penglipur Lara”
Seni tutur tersebut,
adalah sebuah tradisi penceritaan rakyat yang menjadi bagian penting dalam
pembentukan karakter budaya masyarakat Melayu, serta bagaimana dirinya
melestarikan tradisi tersebut hingga kini.
Sebagai penutup sesi materi, Mr. Amandus Paul Panan,
Coordinator of Theatre and Dance Performing Arts Studies KPSK UiTM dan anggota
INSAN, Malaysia. Dia menyampaikan presentasi mengenai performing arts for
therapy.
Amandus menjelaskan, bagaimana seni pertunjukan dapat menjadi
medium pemulihan emosional dan psikologis, membuka perspektif baru tentang
fungsi seni dalam kehidupan sosial dan kesehatan mental. Seluruh rangkaian
diskusi dipandu oleh Putri Pramesti Wigaringtyas, M.Sn.
Memes ini juga, Ketua Pelaksana IMF 2025 yang bertindak
sebagai moderator. Konferensi Internasional IMO 2025. Pada kesempatan itu
ditegaskan, posisi Surakarta sebagai salah satu pusat perkembangan seni
pertunjukan, sekaligus memperkuat jejaring diplomasi budaya lintas negara.
Rangkaian kegiatan IMF hari ini akan berlanjut dengan
pementasan International Mask Festival hari kedua pada Sabtu malam, 15 November
2025 pukul 19.00 WIB di Pendhapi Gede Balai Kota Surakarta, menghadirkan
delegasi seni topeng dari berbagai daerah dan negara. (Hong )




