Masjid Tegalsari, Masjid ‘Swasta’ Pertama Di Kota Solo, Berdiri Bersama Hari Sumpah Pemuda

 

Gapura masuk Masjid Tegalsari yang berlokasi di Kampung Tegalsari, kecamatan Laweyan, Solo.

SOLO, JurnalKreasindo.com - Masjid Tegalsari yang berlokasi di Kampung Tegalsari, Kecamatan Laweyan, Solo  ini, konon merupakan masjid ‘swasta’ pertama yang berdiri di Kota Solo. Artinya, masjid tersebut dibangun pertama kali langsung oleh Umat Islam yang berada disekitarnya. Tepatnya, mulai didirikan sakaguru (tiang pancang penyangga masjid) pada hari Ahad (Minggu), 13 Jumadi Awal 1849 Hijriyah (penanggalan Jawa) atau tanggal 28 Oktober 1928 (penanggalan Masehi).  

Diketahui, waktu itu Negara Kesatuan Republik Indonesia belum merdeka, masih menjadi negara jajahan Belanda. Pada  zaman itu tempat ibadah (sholat berjamaah) Umat Islam pada hari Jumat (Jumatan) belum ada. “Waktu zaman penjajahan Belanda yang ada hanya langgar, shura, mushola  itu saja hanya berlokasi di kraton, maupun kampung – kampung tertentu dan masih sangat jarang. “Maka dari itu Masjid Tegalsari ini bisa dikatakan sebagai masjid pertama yang dibangun Umat Islam yang bisa digunakan untuk jumatan alias masjid Jamik” ungkap Muhammad Al Amin, ketua pengurus permajidan Masjid Tegasari kepada wartawan

Muhammad Al Amin, ketika menunjukan jam istiwak kepada sejumlah wartawan.

Hal itu diutarakan Muhammad Al Amin, sesuai dengan prasasti yang tertera di tembok serambi  Masjid Tegalsari, disana tertulis tahun 1928-1929. Maksudnya, proses pembangunan masjid itu selama 1 tahun. Uniknya, untuk menandai berdirinya Masjid Tegalsari itu sejak berdirinya  4 sakaguru yang berbahan kayu jati utuh, panjangnya 6 – 7 meter. “ Tepat pada saat itu pula para pemuda kita sedang mengikrarkan sumpah pemuda di Jakarta, yang selanjutnya ditetapkan sebagai hari Sumpah Pemuda” ujarnya

Sehubungan dengan pendirian masjid tersebut, Muhammad Al Amin, mengaku masih menyimpan undangan yang ditulis tangan dengan kalimat dan huruf dari tiga bahasa, yaitu Bahasa Arab, Bahasa  Jawa dan Bahasa Indonesia yang ditandatangani oleh Muhammad Adnan, salah satu penghulu Kraton Kasunanan Surakarta (sekarang menteri agama) dengan gelar Kanjeng Pengulu Pasir Anom V pada zaman keemasan Paku Buwono X.  “Muhammad Adnan ini juga menjabat sebagai  rektor pertama di IAIN Sunan Kalijaga, Solo yang kebetulan eyang saya sendiri” aku Muhammad Al Amin ini

Jam dan mimbar khotbah kuno, yang dibangun seusai  masjid berdiri. 

Dimana undangan itu, ditujukan kepada umat Islam untuk berkumpul dan mengadakan pertemuan di Masjid Tegalsari pada hari Minggu, tanggal 15 Desember 1929, sehabis sholat Mahgrib untuk dibacakan riwayat berdirinya Masjid Tegalsari dan tafakur, setelah wiridan. “Seusai Sholat Isya’ berjamaah, dilanjutkan membaca feslah, yaitu membaca Quran dan keperluan lain, terus ditutup dengan doa untuk dunia dan akhirat” terangnya

 Di Prasasti itu juga disebutkan tokoh utama Masjid Tegalsari itu tertulis nama H Sapawi, sebagai orang yang mewakafkan kebunnya untuk keperluan Umat Islam. Sedangkan yang membangun masjid itu terdiri dari 14 tokoh, masing-masing H Sapawi, H Umar, H Ashari, H Johar, H Ahmad, Ali Ngimron, Jayadi, Sonhaji, Mudakhir, Qomari, safi’i, Marjuki, Mustawi. “Bukan hanya masjid saja yang dibangun, tetapi juga Madrasah SD Takmirul disamping masjid Tegalsari” tambahnya

4 saka guru menandai berdirinya Masjid Tegalsari, sebagai masjid pertama di Kota Solo.

Perancang (arsitek)  Masjid Tegalsari tersebut oleh Muhammad Adnan yang kebetulan juga menantu H Sapawi sendiri. Mungkin karena Muhammad Adnan itu seorang penghulu, sehinga memudahkan proses pengurusan ijin pendirian masjid tersebut. “Dimasjid Tegalsari ini juga masih terawat dengan baik benda-benda kuno, seperti Bedug Besar terbuat dari kayu jati utuh, yang berasal dari Hutan di daerah Ngawi, Jawa Timur. Selain itu juga dua kenthongan kuno juga terbuat dari kayu jati, masjid ini dikelilingi kolam keceh yang fungsinya untuk membersihkan kaki, orang yang ingin masuk masjid.

Artinya, untuk menjaga kesuciannya sebelum masuk masjid dan perkembangannya kolam keceh ini, jika waktu senggang juga sering digunakan anak-anak untuk  mandi dan belajar berenang. Disini juga ada jam siwak (istiwak), yaitu jam untuk menentukan  waktu sholat wajib, atau wektu-wektu lainya  sesuai dengan kewajiban Umat Islam, seperti waktu berbuka Puasa Ramadan, Saur dan waktu-waktu tertentu lainya. (Hong)