Singgih Tri Sulistiyono, Guru Besar
Sejarah Universitas Diponegoro.
JAKARTA (JURNALKREASINDO.COM) - Indonesia, dengan kemampuannya, bukan hanya menjadi destinasi investasi yang menjajikan, namun juga mampu berinvestasi ke mancanegara, “Bangsa Indonesia tidak anti investasi asing, namun jangan sampai investasi itu mengganggu kedaulatan bangsa atau mendikte pemerintah,” ungkap Guru Besar Sejarah Universitas Diponegoro, Singgih Tri Sulistiyono.
Untuk itu,
semua pihak harus bekerja keras dengan nilai-nilai luhur bangsa, agar bangsa
Indonesia menjadi bangsa maju dan mampu mewujudkan pembukaan UUD 1945, “Apa
yang dilakukan bangsa Indonesia hari ini, sangat menentukan perjalanan bangsa
pada masa depan,” paparnya.
Mengharumkan Sejarah Bangsa
Selanjutnya
Singgih menjelaskan, Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, menjadi
sejarah perjuangan bangsa. Hanya dalam sekitar 4 bulan setelah kelahirannya,
bangsa Indonesia yang baru saja memproklamirkan kemerdekannya, harus menghadapi
Inggris kampiun Perang Dunia II dan Belanda yang ingin kembali menguasai
Indonesia.
“Heroisme
rakyat Surabaya dicatat dengan harum dalam perjalanan sejarah bangsa, bagaimana
bangsa yang baru lahir mempertahankan kemerdekaannya,” ujar Singgih yang juga
Ketua DPP LDII tersebut menyebut, sikap heroik dari rakyat Surabaya merupakan
wujud kecintaan terhadap tanah air.
Sekaligus
ekspresi dari tekanan akibat politik imperialisme yang meminggirkan bangsa
Indonesia selama ratusan tahun. Perlawanan mereka mengakibatkan serangan
Inggris yang luar biasa tersebut, berlangsung selama tiga minggu yang
mengakibatkan kerusakan besar terhadap kota Surabaya.
Efeknya,
luar biasa, mata dunia tertuju kepada negeri muda yang melawan dengan gigih
kolonialisme. “Peristiwa itu dikenang, karena keberanian, kegigihan dan
spontanitas rakyat Surabaya yang mengubah sejarah Indonesia” paparnya
Tantangan Globalisasi
Heroiknya
rakyat Surabaya yang kemudian hari disebut sebagai bondo nekat atau bonek. Peristiwa
yang telah terjadi puluhan tahun lalu itu, seharusnya menjadi semangat dalam
menghadapi tantangan globalisasi.
“Kolonialisme
dan imperialisme juga bersalin rupa, ini membutuh kecerdasan, kegigihan, dan
adaptasi yang kuat. Sehingga bangsa ini tidak menjadi bangsa kelas tiga, hanya
sebagai pasar dan bergantung terhadap bantuan negara lain” katanya
Menciptakan
ketergantungan secara sosial, budaya, politik dan ekonomi merupakan
bentuk-bentuk hegemoni dan dominasi atau kolonialisme baru. Hal ini, bisa
diantisipasi dengan kemandirian bangsa, “Bangsa Indonesia harus bisa mandiri,
sehingga bisa berperan dalam geopolitik dan geoekonomi secara sejajar dengan
negara-negara lain,” imbuh Singgih.
Menjadi Tumpuan Bangsa
Senada
dengan Singgih Tri Sulistiyono, Sekretaris Umum DPP LDII Dody T. Wijaya
mengatakan, generasi muda terutama generasi Z, menjadi tumpuan bangsa. Mereka
yang lahir sekitar tahun 1997 hingga tahun 2000-an, menurut Dody adalah
generasi yang lekat dengan teknologi sehingga terkadang disebut sebagai i-gen.
“Mereka
ambisius, mahir tentang hal digital, percaya diri, mempertanyakan otoritas,
banyak menggunakan bahasa gaul, lebih sering menghabiskan waktu sendiri, dan
rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Generasi Z juga rentan terkena depresi juga
kecemasan. Mereka inilah yang harus dibimbing menjemput Indonesia Emas 2045,”
imbuhnya.
Mereka
sebagai anak teknologi dengan pemikiran yang global, bahkan nasionalisme mereka
menembus batas negara dan ideologi, menurut Dody harus mendapatkan nilai-nilai
luhur bangsa, seperti gotong royong, “Mereka juga harus memiliki karakter
alim-faqih, berakhlak mulia, dan memiliki sikap mandiri,” tambahnya
Mereka akan
jadi pahlawan masa depan, bila memiliki semangat rela berkorban dan berjuang
untuk kepentingan orang banyak, tanpa membedakan suku, agama dan ras. Menurut Dody, dengan generasi inilah, bonus demografi
pada 2045 menjadi milik bangsa Indonesia.
Sehingga
Indonesia menjadi negara maju, namun dengan moralitas yang mulia dalam rangka
membangun masyarakat madani yang makmur, sejahtera, adil, toleran, saling
menghargai, tolong-menolong dan semangat kebersamaan yang tinggi. Merekalah
pahlawan-pahlawan masa depan. (Njar)